Hebat, ULP Mulai Berani Berinovasi

F-ULPGodok e-Lelang Cepat. GIRI MENANG – Realisasi proyek di Lombok Barat, hampir setiap tahun, mengalami keterlambatan. Kendalanya biasa terjadi saat proses lelang dan tender di Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Guna mengatasi itu dan mempercepat realisasi proyek, Bagian Pembangunan Setda Lombok Barat membuat lelang cepat elektronik (e-Lelang Cepat). Bila berhasil diaplikasikan, maka Pemkab Lobar menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Provinsi NTB yang mengadakan lelang cepat elektronik.

”Kita yang pertama di NTB,” kata Kabag Pembangunan Setda Lobar Hery Ramadhan, kemarin (1/8).

Aplikasi tersebut, menurut Hery, akan memudahkan proses realisasi proyek di Pemkab Lobar. Bukan itu saja, penyedia barang dan jasa pun akan dimudahkan dengan adanya e-Lelang Cepat. ”Tujuannya seperti itu, untuk mempercepat pelaksanaan tender,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hery menjelaskan, dalam aplikasi ini akan memakai sistem informasi kinerja penyedia (SIKaP). Di mana setiap penyedia barang dan jasa akan melakukan registrasi dalam sistem tersebut.

Usai registrasi, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) akan melakukan klarifikasi kepada seluruh penyedia barang dan jasa yang mendaftar. Klarifikasi ini bertujuan untuk menentukan penyedia barang dan jasa masuk ke dalam sub bidang apa saja.

”Jadi yang bisa masuk dalam sistem ini hanya penyedia barang dan jasa yang sudah diverifikasi,” jelas mantan Kabag Ortal ini.

Karena sudah diverifikasi, maka kerja ULP akan lebih mudah. Ketika ada proses lelang proyek, ULP tinggal masuk ke dalam E-Lelang Cepat dan melihat perusahaan mana saja yang siap untuk mengikuti proses tender.

”Kita tinggal lihat harga saja yang ditawarkan penyedia barang dan jasa tersebut,” terangnya.

Aplikasi ini, lanjut dia, sudah mendapat persetujuan dari Bupati Lobar Fauzan Khalid. Kedepannya, Bagian Pembangunan Setda Lobar akan melakukan sosialisasi kepada dunia usaha dan menyiapkan sumber daya pendukung.

”Target kita 2017, aplikasi ini sudah bisa digunakan,” kata Hery.(dit/r6)

Sumber:http://www.lombokpost.net/2016/08/02/dua-jempol-buat-ulp/

Musabaqah Hifzil Quran Disambut Antusias

F-MTQGIRI MENANG – Babak penyisihan Musabaqah Hifzil Quran mulai digelar di Lombok Barat, kemarin (31/7). Bencingah Agung Kantor Bupati Lobar dan Ponpes Al Aziziyah, Kapek,Gunungsari, mulai dipadati sejumlah kafilah.

Pembantu Koordinator Venue MTQ Safarudin mengatakan, terdapat empat kategori dalam Musabaqah Hifzil Quran yang diselenggarakan di Lobar. Yakni hafalan untuk satu juz, lima juz, 10 juz dan 20 juz.

”Di sini (Bencingah, Red) untuk satu dan lima juz, kalau di (Ponpes, Red) Al Aziziyah 10 dan 20 juz,” terangnya.

Dalam kategori Hifzil Quran yang diadakan di Lobar ini, diikuti sebanyak 271 orang hafiz dan hafidzah. Dengan masing-masing kategori diikuti sebanyak 68 peserta.

”Tapi untuk babak penyisihan di hari pertama diikuti 11 hafiz dan hafizah,” kata Safarudin.

Sementara itu, untuk menilai peserta musabaqah, terdapat 10 dewan hakam. Mereka nantinya akan menilai tajwid, suara dan lagu, serta tentu saja bacaan dari peserta yang mengikuti Hifzil Quran.

Dari dua venue tempat berlangsungnya Musabaqah Hifzil Quran, panitia menyiapkan dua buah bilik. Masing-masing bilik, secara terpisah, ditempati Dewan Hakam dan hafiz hafidzah peserta musabaqah Hifzil Quran.

Teknis musabaqah sendiri, dimulai saat salah satu Dewan Hakam membacakan sebuah ayat. Nantinya ayat tersebut akan langsung dilanjutkan peserta. Jika salah, maka Dewan Hakam akan memencet bel sebanyak satu kali.

”Kalau peserta musabaqah melakukan kesalahan hingga tiga kali, nanti langsung dituntun Dewan Hakam,” jelas Safarudin.

Untuk menjaga sportivitas dalam perlombaan, setiap hafiz dan hafidzah tidak disebutkan nama dan asal kafilahnya. Sehingga Dewan Hakam tidak berat sebelah dalam memberikan penilaian.

”Dewan Hakam cuma tahu nomor peserta, beliau-beliau tidak tahu nama peserta,” tandasnya.

Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol Setda Lobar Saepul Ahkam mengatakan, pelaksanaan musabaqah di hari pertama secara umum berjalan lancar. Masalah listrik di Ponpes Al Aziziyah pun bisa teratasi.

”Sudah tidak ada masalah, ada generator dari PLN untuk listrik di Al Aziziyah,” katanya.

Pantauan koran ini, antusiasme masyarakat yang menonton sempat membuat panitia kelabakan. Kursi yang disediakan pun tidak mampu menampung penonton yang datang. Beberapa di antaranya bahkan harus duduk di karpet Bencingah Agung.

Meski harus duduk di lantai, tidak menyurutkan semangat mereka untuk mendengar hafalan-hafalan dari hafiz hafidzah peserta Musabaqah Hifzil Quran. Membludaknya penonton, tidak dirisaukan Ahkam. Bahkan ia berharap semakin banyak masyarakat yang datang, akan semakin bagus.

”Untuk besok (Hari ini, Red), kita siapkan rekayasa parkir di kantor bupati, karena warga yang datang pasti lebih banyak dari hari ini (Kemarin, Red),” kata Ahkam.

”Jadi kita undang seluruh masyarakat untuk datang, menyaksikan MTQ di Bencingah dan Al Aziziyah,” tandasnya. (dit/r4)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2016/08/02/musabaqah-hifzil-quran-disambut-antusias/

Pemkab Lobar Tak Ingin Tarik Modal di Bank NTB

F-Taufiq-2GIRI MENANG – Wacana penarikan modal Pemkab Lombok Barat dari Bank NTB yang dilontarkan kalangan dewan, dipertanyakan eksekutif. Menurut Sekda Lobar Mochammad Taufiq, jangan karena alasan deviden berkurang lantas langsung menarik modal.

”Bank NTB sudah menjadi perusahaan daerah kita, kenapa kita harus langsung menarik modal dari sana,” kata Taufiq.

Taufiq menjelaskan, pemkab tidak akan terburu-buru merealisasikan wacana itu. Terlebih lagi, saat ini pemkab sedang dievaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan NTB, terkait penerimaan deviden.

Dari evaluasi tersebut, BPK akan melihat sejauh mana kontribusi perusahaan daerah di Lobar, bila dibandingkan penyertaan modal yang diberikan pemkab. Diketahui dari seluruh total penyertaan modal, pemkab hanya menerima lima persen saja.

”Ini akan dievaluasi, mana yang kira-kira ada kontribusi, mana yang tidak,” ujar mantan Asisten III Setda Lobar tersebut.

Karena itu, pemkab masih menunggu hasil audit yang dilakukan BPK. Apakah nantinya akan menarik modal dari Bank NTB atau tidak.

Selain itu, menurut Taufiq, wacana tersebut harus didiskusikan lebih lanjut dengan DPRD Lobar. Apa saja plus minus bagi daerah jika penarikan modal benar-benar akan direalisasikan.

”Saya kira semangat dewan hanya ingin mempertanyakan kenapa deviden yang diberikan Bank NTB hanya segitu,”tandasnya.

Sebelumnya, kalangan legislatif Lobar memberikan rekomendasi kepada eksekutif untuk menarik modal di Bank NTB. Selanjutnya, memberikan modal tersebut kepada BPR yang nyata­nyata memberikan keuntungan lebih besar. (dit/r4)

Sumber:http://www.lombokpost.net/2016/07/30/pemkab-lobar-tak-ingin-tarik-modal-bank-ntb/

Kerajinan Tenun Gumise Gerung

Mengunjungi Kampung Kerajinan Tanun Gumise Gerung, Jadi Andalan Lobar, Perajin Butuh Sentuhan Motif

Gerung –Tenun ikat Gumise, Desa Giri Tembesi Kecamatan Gerung begitu dikenal di Lombok Barat hingga ke NTB bahkan ke luar daerah. Tenun yang menjadi andalan Lobar ini memiliki kekhasan motif, berupa motif segi empat kombinasi motif hujan. Namun perkembangan waktu, perajin butuh pelatihan untuk memperkaya motif tenun yang dihasilkan. Pasalnya para perajin memiliki hambatan terbatasnya motif yang ingin dibuat, lantaran terbatasnya kemampuan para perajin. Pengembangan motif ini juga untuk menarik pembeli untuk membeli tenun hasil perajin setempat.

Ketua kelompok tenun Gumise, Wayan Landri ditemui di Gumise Minggu 24/7) kemarin, menuturkan, pengembangan kerajinan tenun di daerahnya mulai muncul sejak tahun 1997 lalu. Ia-lah yang mempelopori pengembangan kerajinan tenun khas tersebut. “Cara menenun ini saya peroleh dari Nuse Penida, lalu saya kembangkan disini,“akunya. Semenjak kawin dengan warga setempat, ia mngaku belum ada warga yang menenun. Warga hanya mencari kayu bakar, bertani dan lain-lain.

Ia pun memulai menenun sendiri di rumahnya. Lambat laun, warga sekitar pun mau menenun. Satu per satu warga pun memulai belajar menenun. Ia pun suka rela mengajarkan warga lain agar bisa menenun. Awalnya, hanya beberapa warga saja yang mau menekuni tenun ini, lantaran warga menganggap pekerjaan ini tak menghasilkan banyak uang. Warga juga menganggap menenun ini pekerjaan sampingan, sebab pekerjaan utamanya bertani dan beternak serta berkebun.

Awal mengembangkan tenun ini, dari jumlah kelompok 20 orang hanya 3-5 orang yang aktif.  Sedangkan sebagian besar tidak aktif menenun. Tenun yang bisa dihasilkan tidak banyak. Ia hanya bisa menghasilkan 2 potong kain sehari. Itupun butuh kesabaran dan ketelatenan. Lambat laut, banyak anggota yang berminat. Banyak angota yang aktif menenun. Warga semakin antusias menyusul dibangunnya sorum dan tempat menenun tahun 2005 oleh Disperindag. “Sejak diibangunkan tempat menenun ini barulah warga  semangat dan anggota banyak aktif. Sehingga seperti sekarang,”tuturnya.

Sekarang lanjutnya kondisi semua anggota mulai mengembangkan tenun ini. Menurutnya, perhatian pemda lumayan besar ke perajin tenun. Termasuk pembinaan, pelatihan. Setiap ada kegiatan pameran dan pelatihan perajin diikutkan, minimal katanya tenun ikat hasil perajin gumise ditampilkan pada even pameran. Ia mengaku sejauh ini di lokasi menenun, sudah ada 3 lokal bangunan ruangan. Satu lokal untuk menenun, menyimpan mesin dan sorum. Jumlah Alat tenun bukan mesin (ATBM) yang dimiliki sebanyak 20 unit. Namun ATBM ini jelasnya bukan bantuan pemda akan tetapi punya kelompok yang dibuat swadaya. “Sejauh ini baru 3 unit dikasi pemda, selebihnya milik anggota,”akunya.

Dari sisi kendala jelasnya, sejauh ini masalah modal bisa diatasi atas bantuan pinjaman dari BPD (Bank NTB red). Terkait pemenuhan bahan baku para perajin membeli benang putih dari bali, terkadang bahan baku dibeli dari daerah Lombok. “Bahan baku ini dibeli dari agen,”jelasnya. Bahan baku ini jelasnya, tergantung jenisnya. Jika bahan baku benang putih dipesan dari Bali, sedangkan jika yang biasa dibeli di lokal. Kendala yang dihadapi perajin jelasnya, SDM perajin yang kurang. Terutama kemampuan para perajin dalam pengembangan motif, masih terbatas. Diakui para perajin diberi pelatihan namun terbatas sehingga jika tak dipraktekkan langsung maka akan hilang.

Kendala lain yang dihadapi, para perajin tenun Gumise Desa Giri Tembesi Kecamatan Gerung sejauh ini masih jauh dari kata sejahtera, lantaran penghasilan yang diperoleh tak memadai dibandingkan lelah (capek) membuat kerajinan. Mereka berharap ada perlindungan atau jaiminan harga dan pasar yang jelas supaya kerajinan yang mereka kembangkan bisa memperoleh penghasilan yang memadai.

Ketua kelompok tenun Gumise, Wayan Landri mengaku, saat ini jauh lebih berkembang dibandingkan sebelumnya. Tenun yang mampu diproduksi dalm sehari 20 lembar, satu perajin menghasilkan satu lembar tenun. Berbicara harga per lembar (potong) diakuinya masih rendah. Ia menghargakan tenun per potong 160 ribu ukuran 2,5 meter. Harga ini tak memadai,jika dibandingkan biaya produksi dan capeknya membuat tenun. Biaya produksi per potong tenun tergantung motif, jika motifnya lumayan sulit maka perlu bahan baku yang harus didtangkan dari luar. Harganya pun lumayan tinggi.

Belum lagi proses pembuatan tenun yang sangat melelahkan. Tahapan-tahapan menenun mulai dari proses persiapan hingga baru bisa menenun butuh waktu 2 minggu. Tahapan awal menenun mulai dari proses mewarnai benang selam dua hari. Pewarnaan ini butuh waktu pas, jika cuaca bagus maka prosesnya cepat jika hujan maka prosesnya agak lama. Lalu dilanjutkan memintal benang, dihani (buat gulungan) baru bisa dipasang di ATBM. Pemasangan benang di ATBM ini pun butuh proses lama dan melehkan. “Butuh tiga hari memasukkan benang ke ATBm,”akunya. Setelah itu barulah dilakukan penenunan. Alat-alat untuk menenun sendiri terdiri dari ATBM, sisir, suri, skoci untuk menaruh benang. Selain itu ada palp, untuk penggulungan benang, pemintal benang.

Terkait pangsa pasar, Sejauh ini diakui masih sangat terbatas. Diakui pangsa pasar masih lokal, belum ada pangsa pasar hingga keluar daerah. Orderan tenun pun fluktuatif. Terkadang banyak orderan, bahkan terkadang sepi orderan. Ia mengaku, perajin lebih banyak mengandalkan orderan dari kantor dinas. Ia mengaku, dinas-dinas ada yang memesan 30-40 unit selain itu ada yang memesan dari pihak kecamatan. Termasuk Pemda memesasan untuk pelaksanaan MTQ sebanyak 500 potong, namun pihaknya hanya mampu memehui 250 potong saja. Hal ini dikarenakan waktu yang diberikan mepet. Pihaknya diberi waktu 2 bulan untuk menyelesaikan 500 potong kain tenun.

Ia mengaku, jika melihat penghasilan perajin masih minim. Hal ini menyebabkan mereka enggan mau menenun. Karena itu, mereka pun menutupi dengan bertani dan berkebun. Ketika musim tanam tiba,warga beralih mengarap pertanian. Namun ketika musim tanan dan panen berakhir barulah mereka kembali menenun. “Kebanyakan yang aktif ini mereka yang tak punya lahan garapan, kerajinan ini satu-satunya yang diharapkan,”jelasnya.

Jurnalis Warga: Penulis Zubaidi alamat Sekotong

foto bahan baku benang yang dipakai penenun Gumise

foto bahan baku benang yang dipakai penenun Gumise

foto para penun tengah melakukan penunan

oto para penun tengah melakukan penunan

foto perajin tengah menenun tenun ikat

foto perajin tengah menenun tenun ikat

 

Sekotong Tengah Desa Mandiri Energi

Mengunjungi Desa Mandiri Energi Sekotong Tengah, Puluhan Tahun Gunakan Lampu Templek, Kini Warga Bisa Nikmati Listrik

Sekotong_Semenjak ditetapkan sebagai desa mandiri energi (DME) tahun 2013 lalu, desa Sekotong Tengah  sedikit demi sedikit mulai berkembang. Berbagai perubahan dialami desa itu, khususnya beberapa dusun terpencil yang berlokasi di pegunungan menjadi titik fokus pengembangan DME. Seperti, dusun Serero, Lebah Suren, Loang Batu dan Harapan Baru.

Masyarakat yang tinggal di pegunungan ini hampir puluhan tahun hidup tak tersentuh pelayanan listik, kini mulai bisa menikmti listrik meski bersumber dari PLTS. Namun di sejumlah dusun itu, masih tersisa banyak persoalan yang belum diatasi. Seperti minimnya sarana dasar, sebut saja sarana pelayanan kesehatan, jalan dan air bersih. Seperti apa kondisi desa mandiri energi Sekotong Tengah, berikut penulis menyajikan ulasannya. Akhir pekan kemarin penulis berksempatan mengunjungi DME setempat.

Cuaca pagi itu cukup cerah. Tampak sinar mentari pagi menerpa dedaunan yang masih dibasahi embun pagi. Burung-burung berkicau silih berganti, seolah mereka saling berbicara. Begitulah suasana pagi itu, ketika penulis memulai perjalanan menuju empat dusun terpencil tersebut.

Mengendarai kendaraan roda dua khusus untuk menganrungi medan berat, penulis bersama salah seorang warga melewati jalan beraspal, sebelum tiba ditanjakan menuju dusun Lebah Suren. Sekitar 1,9 kilometer pertama, jalur menanjak ke dusun ini relative mudah karena jalannya sudah dibangun oleh dinas PU Lobar. Namun setelah itu, jalur berbatu dan berlubang menghiasai perjalanan hingga tiba di rumah Kadus Lebah Suren, Budiman.

Setiba di rumah kadus  setempat, di rumah kadus tersebut, tampak bola lampu masih menyala. Bola lampu itu terhubung dengan kabel dirangkai pada tiang besi yang berdiri kokoh. Tiang itu, menghubungkan dengan sebuah unit PLTS terpusat tak jauh dari rumah kadus tersebut. “Listrik ini kan bersumber dari PLTS terpusat yang dibangun tahun 2013 lalu, dari bantuan pusat,”kata Budiman didampingi istrinya. Bantuan PLTS terpusat yang selesai dibangun tahun 2013 itu berkapasitas 15 MW. PLTS tersebut bisa menerangi rumah 93 KK. Dari 93 KK itu terbagi di Loang Batu 26 KK sedangkan sisanya lebih banyak di Lebah Suren.  Semenjak bantuan PLTS ini turun ke dusun itu,  masyarakat sangat merasakan dampaknya. Masyarakat yang sebelumnya, menggunakan lampu templek berganti menggunakan bola lampu pijar. “Masyarakat tidak repot menyalakan lampu, tinggal teken, nyala,”katanya.

Terkait pengelolaan PLTS tersebut, pihak dusun telah membuat awik-awik. Bagi warga yang mencuri setrum tanpa sepengetahuan teknisi maka akan didenda Rp 1 juta.  Jika tidak sanggup maka akan dicabut meterannya.  Sejauh ini ada tiga warga yang melakukan pelanggaran, sehingga dicabut meterannya. Meterannya tersebut dialihkan ke warga lain yang membutuhkan. Selain itu, ditarik iuran per bulan Rp 15 ribu untuk biaya pemeliharaan dan upah mekanik. “Sampai saat ini terkumpul iuran Rp 8 juta lebih,”terangnya.

Menurutnya persoalan listrik bisa teratasi, namun masih banyak masalah lain yang harus diselesaikan. Beberapa diantaranya, ,masalah pelayanan kesehatan, jalan dan air bersih. Bencana kekeringan masih kerap kali melanda sejumlah dusun diatas pegunungan, wargapun terpaksa menempuh jarak 3-4 kilometer mengambil air. “Sekarang proyek sumur bor tengah dibangun, seperti dijanjikan pak Plt bupati saat berkunjung ke daerah kami,”imbuhnya. Setelah dari dusun Lebah Suren, kami melanjutkan perjalanan ke Dusun Loang Batu yang terletak dua kilometer. Menuju ke dusun ini sangat susah, karena kondisi jalan setapak yang rusak. Di sepanjang jalan dusun ini, terpasang tiang besi penghubung antara PLTS terpusat dengan rumah warga. Didusun ini paling banyak warga yang belum terlayani listrik PLTS.

Terhitung 26 KK yang dialiri dari PLTS terpusat Lebah Suren, masih terdapat sisa  rarusan KK yang belum terlayani. “Tahun ini akan dipasang PLTS tersebar,”tukasnya. Jumlah penduduk di dusun ini 200 KK lebih, terbagi menjadi dua yakni Loang batu sebanyak 85 KK dan Dusun Harapan baru 130 KK.

Seusai dari Dusun Loang Batu, perjalanan berlanjut ke Dusun Serero. Dua dusun ini dipisahkan oleh sungai,  jarak tempuh sekitar 3 kilometer. Dusun ini dihubungkan dua jembatan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. setelah melewati lembah dan bukit, barulah memasuki dusun Serero. Dusun serero yang dihuni 136 KK lebih ini lebih dulu mendapatkan bantuan PLTS. Namun bantuan yang digelontorkan tahun 2006 lalu hanya tersisa sekitar 10 unit.  “Saat ini 90 persen sudah terlayani PLTS,”aku Kadus Serero Amak Ida. Di dusun ini, terpasang PLTS terpusat 15 MW, mengaliri ratusan KK. Untuk mengelola bantuan PLTS itu, pihaknya sudah membuat awik-awik sama seperti dusun Lebah Suren. Selain mendapatkan bantuan dari PLTS terpusat juga dibantu PLTS tersebar tahun ini. Terpisah, Kepala dinas Pertambangan dan Energi Budi Dharmajaya menyatakan untuk program mandiri enegeri di Sekotong Tengah fokusnya di beberapa dusun di daerah pegunungan. Dibeberapa dusun ini telah dibangun dua unit PLTS terpusat. Tahun ini pemerintah kembali memberikan bantuan PLTS tersebar sebanyak 225 unit.  “Itu dibagi untuk beberapa dusun berlokasi di atas gunung Desa Sekotong Tengah  itu,”terangnya. Saat ini tengah dibangun sumur bor di Dusun diatas pegunungan tersebut. Kedepan, perhatian pemda akan lebih besar lagi daerah setempat.

(Jurnalis Warga: oleh:  Zubaidi)

foto jaringan listrik PLTS terpasang di daerah pegunungan  di DME Sekotong Tengah

Foto jaringan listrik PLTS terpasang di daerah pegunungan

foto rumah warga didusun Lebar Suren bisa terlayani   listrik PLTS

foto rumah warga didusun Lebar Suren bisa terlayani listrik PLTS

Kadis Dikbud Kritik Data BPS

GIRI MENANG – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Barat H. Ilham mengkritisi data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait penilain rata-rata lama sekolah di Lombok Barat mencapai 291.325 orang. Pendataan yang dilakukan BPS mengambil usia putus sekolah yang sudah berumur 25 tahun hingga 80 tahun.

Seandainya pihak BPS melakukan pendataan pada usia saat ini, pihak Dikbud meyakin angka rata-rata lama sekolah tidak seperti ini. Mengingat infrastruktur pendidikan berupa bangunan dan fasilitas dunia pendidikan saat ini telah menjamin harapan lama sekolah untuk masyarakat Lombok Barat.

”Apabila BPS melakukan pendataan dengan melihat usia saat ini, kami yakin angka rata-rata lama bersekolah di atas 5,6 persen,” tegas  H. Ilham kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (20/7).

Sesuai data BPS, totalnya warga yang tidak tamat SD mencapai 291.325 orang. Jumlah ini terdiri dari kategori usia 15 hingga19 tahun yang tidak lulus SD sebanyak 1.891 orang dan lulus SD sebanyak 3919 orang. Pada usia 20 hingga 24 tahun yang tidak lulus SD sebanyak 1.858 orang dan lulus SD sebanyak 6.571 orang. Sementara pada usia 25 hingga 29 tahun yang tidak lulus SD sebanyak 7.684 orang dan lulus SD sebanyak 10.123 orang.

Jumlah ini memang rendah masyarakat yang di survey berumur 25 tahun. Jika disurvey berusia sekolah, ia memastikan angkanya bakal besar. Masyarakat berusia 25 tahun ini mengalami putus sejak 10 tahun lalu. Rata-rata putus sekolah di SD, SMP, dan SMA.

“ Ini kondisi mereka yang dikumulatifkan, sehingga rata-rata lama sekolah tercatat 5,6 baik berusia 80 tahun,” tandasnya.

Ilham sendiri mengakui bidang pendidikan merupakan salah satu indikator yang dinilai dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada IPM ini ada dua yang mempengaruhinya, yakni rata-rata sekolah dan harapan lama sekolah.

Ia merincikan jika harapan lama sekolah di Lombok Barat telah mencapai lebih dari 12 tahun. Artinya dari sisi infrastutkur yang dimiliki saat ini telah memungkinkan masyarakat bersekolah sampai berumur 12 tahun atau tamat SMA.

“ Pemda sudah mampu membangun infrastruktur yang memadai hingga bisa bersekolah 12 tahun, artinya ada sekolah tempat mereka bersekolah. Tergantung anak-anak ini memanfaatkannya mau bersekolah atau tidak,” terangnya.

Untuk mendorong masyarakat belajar, mereka yang memiliki hambatan geografis yang jauh, pemerintah telah menyediakan program. Untuk tingkat SMP, ada SMP terbuka yang belajar pada siang dan sore. Kemudian, SD dan SMP satu atap yang diperuntukan di pelosok, yang agak rentan dengan sekolah regular.

“Selanjutnya, masyarakat yang terlanjur putus sekolah, bisa masuk ke program paket A (SD) ,B (SMP), dan C (SMA). Inilah program yang dilakukan,” pungkasnya.(fer/r4)

Sumber:http://www.lombokpost.net/2016/07/25/kadis-dikbud-kritik-data-bps/

SMAN 1 Narmada Jadi Yang Terbaik di NTB

Lomba Film Pendek Se-NTB

A-DSC_1384MATARAM – SMAN 1 Narmada, Lombok Barat berhasil menjadi yang terbaik dalam lomba pembuatan film pendek dengan tema ‘Kita Boleh Beda’. Smanar -julukan SMAN 1 Narmada membuat film dengan judul Histrionik.

Lomba ini diadakan Badan nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Provinsi NTB. “Penilaian kita lihat dari kesesuaian film yang diproduksi dengan tema, selain itu juga kita lihat dampaknya,” kata salah satu Juri Film Pendek, Beni Pratama.

Film karya Smanar, lanjut Beni dari segi cerita juga punya konsep yang jelas. Bagaimana menggambarkan pola mudahnya anak-anak remaja mudah dipengaruhi ikut dalam kelompok paham radikal. “Potongan-potongan gambarnya juga sangat, bagus tidak nampak jika itu karya anak SMA,” ungkapnya.

Kekaguman serupa juga disampaikan juri lainnya, Tjandra Wibowo. Juri yang kerap tampil dalam Eagle Award ini melihat alur cerita dan pesan yang diinginkan juga terceritakan dengan sangat baik. Terutama melalui suara dan gambar yang ditampilkan di film itu.

“Secara keseluruhan film-film buatan adik-adik SMA, sangat baik mengembangkan alur cerita. Bahkan, kami melihat cara penyampaian pesannya sangat komunikatif dari alur ceritanya saja,” pujinya.

Sementara itu, Ketua Panitia Any Suryani pada saat penyerahan hadiah menjelaskan, pemenang lomba selanjutnya terpilih langsung untuk mengikuti lomba dalam ajang film pendek BNPT tingkat nasional. Untuk itu, pemenang lomba sebelumnya akan mendapat sejumlah pendalaman materi. Sehingga di ajang lomba tingkat nasional nanti, mampu menelurkan karya film yang lebih kompetitif. “Mereka selanjutnya akan mengikuti lomba film pendek tingkat Nasional,” kata Any.

Untuk juara pertama, mendapatkan, piala, piagam dan uang tunai sebesar Rp 5 juta. Sementara, untuk juara kedua dan ketiga, berturut-turut SMAN 1 Selong Lombok Timur dengan judul “Akar Arka” dan SMAN 1 Sikur Lombok Timur dengan judul “Pahamilah Agamamu”.  (cr-zad)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2016/07/25/sman-1-narmada-jadi-yang-terbaik-di-ntb/

TGH Hasanain Raih Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan

1F-KAPLATARUSIAK – TGH Hasanain Juaini,Lc., MH.,  pengasuh Pondok Pesantren NW Nurul Haramain, Narmada, Lombok Barat, meraih penghargaan Kaplataru 2016 kategori Pembina Lingkungan.

Penghargaan tersebut diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Istana Siak Sri Inderapura Kabupaten Siak, Provinsi Riau, kemarin (22/7).

Penghargaan Kaplataru itu diberikan atas sumbangsih tiada henti Hasanain untuk melestarikan lingkungan di NTB. Pria satu-satunya asal NTB peraih Ramon Magsasay Award itu memang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga dan memakmurkan bumi.

Dia menjalani hidup dengan mengabdi pada dunia pendidikan. Juga mengabdi untuk merintis dan menggerakkan penghijauan. Dia telah melakukan itu sepanjang 15 tahun tiada henti.

Hasilnya adalah menghijaukan 36 hektare lahan gundul di Lombok Barat, dan sekitar 56 hektare lahan gundul di seantero Pulau Lombok dan Sumbawa.

Kalpataru Pembina Lingkungan diterima Hasanain bersama dengan Mohammad Sokib, penggerak lingkungan dari Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Kalpataru itu diberikan setelah serangkaian penilaian sehingga diputuskan Dewan Pertimbangan Kalpataru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penghargaan ini diperuntukkan bagi individu maupun kelompok masyarakat pejuang pelestarian lingkungan. Total ada 64 penghargaan lingkungan yang diserahkan kemarin.

Pada kesempatan tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan agar Bangsa Indonesia terhindar dari kutukan sumberdaya alam (SDA).

Ia mencontohkan, sebuah negara yang kaya akan sumberdaya alam justru mengalami bencana akibat pengelolaan lingkungan hidup yang tidak tepat.

Diakui Wapres lingkungan hidup sudah berubah maka kehidupan juga berubah. “Dulu memiliki gading gajah dan kulit harimau adalah kebanggaan, sekarang menjadi musuh dunia,” kata Wapres.

Hadir dalam kesempatan itu, Mendagri Tjahyo Kumolo, Menristek Dikti M Nasir, Mentri LHK Siti Nurbaya dan juga Menkominfo Rudiantara, serta para gubernur, bupati dan wali kota.

Wapres menilai, apabila tumbuhan dan satwa baik, lingkungan hidup akan baik maka kehidupan akan baik. “Karena itu kita semua harus sama-sama menjaganya,” kata dia.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menambahkan, sangat penting untuk menumbuhkan semangat juang dan inspirasi bagi seluruh pemangku kepentingan LHK.

Pemerintah lanjutnya memberikan apresiasi kepada individu maupun kelompok masyarakat yang menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya bagi upaya-upaya pemeliharaan fungsi lingkungan hidup dalam bentuk penghargaan Kalpataru. (kus/JPG/r10)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2016/07/23/tgh-hasanain-raih-kalpataru/

Tax Amnesty Jangan Rugikan Daerah

F-LALE

Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Baiq Lale Prayatni

GIRI MENANG – Berlakunya tax amnesty berpotensi merugikan Pemkab Lombok Barat. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Baiq Lale Prayatni berharap program ini tidak memberikan angin segar bagi pengemplang pajak di Lombok Barat.

”Kecuali di daerah yang kaya, kalau di Lobar jangan,” kata Lale.

Menurut Lale, sejauh ini pemkab terus berupaya menagih piutang sejumlah perusahaan, salah satunya The Santosa Hotel yang menunggak pajak. Karena itu, bila tax amnesty ikut menyasar pihak-pihak yang sengaja tidak membayar pajak ke daerah, tentu merugikan daerah.

Hanya saja, dirinya mengaku masih berpikiran positif. Sebab sejauh ini belum ada terusan dari pemerintah pusat ke daerah, terkait hal-hal yang mengatur pengampunan pajak untuk sejumlah wajib pajak.

”Belum ada surat dari pusat,” ujarnya.

Dikonfirmasi terkait adanya pengusaha yang mengajukan pengampunan pajak, Lale mengatakan hingga saat ini belum ada. ”Perusahaan belum ada yang mengajukan,” tambahnya.

Lebih jauh mengenai hutang pajak The Santosa Hotel, mantan Kadis Perindag Lobar itu menyatakan mencapai angka Rp 7 miliar. ”Rencananya akan kita cari pemiliknya sampai ke Yogyakarta,” tandasnya.

Sementara itu, Bupati Lobar H. Fauzan Khalid menegaskan, tidak ada hubungannya tax amnesty dengan daerah. Menurut dia, Aturan tersebut hanya berlaku kepada wajib pajak yang memiliki uang di luar negeri

”Tidak ada hubungannya dengan daerah, itu uang di luar negeri saja,” katanya singkat. (dit/r4)

Sumber:http://www.lombokpost.net/2016/07/23/tax-amnesty-jangan-rugikan-daerah/

1 12 13 14 15 16 27