Ekowisata Krujuk Yang Mulai menggoda

Air Terjun Kerujuk, Pusuk

Terpampang tulisan selamat datang di  “Ekowisata Kerujuk”, Desa Pusuk Lestari, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat yang berada di tepi jalan menuju Kabupaten Lombok Utara atau menjelajahi berbagai wisata pantai di Gili Trawangan, Meno dan Gili Air.

Kerujuk dijadikan sebagai daerah Ekowisata, atas dasar keinginan untuk tetap melestarikan lingkungan dimana kawasan ini termasuk dalam kawasan hutan lindung Pusuk yang  menjadi satu ekosistem yang padu anatara sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Berbeda dengan Agrowisata yang hanya memanfaatkan sumber daya alam agar bisa dinikmati oleh para pengelola dan pengunjung.

Nurfaizin salah seorang pengelola ekowisata Kerujuk menjelaskan,  bahwa Ekowisata Kerujuk ini diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kelestarian alam dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat Kerujuk. Ia mengakui juga bahwa banyak masyarakat kerujuk menggantungkan hidup mereka dengan cara merambah hutan. Hal ini sulit kita cegah sebelum kita mampu memberikan peluang kerja yang lain bagi mereka. “Nah, dengan Ekowisata Kerujuk ini kita akan mampu memberikan peluang kerja bagi mereka dan melestarikan alam disini melalui paket-paket ekowisata yang kita tawarkan bagi pengunjung” ungkap Nurfaizin.

Paket Ekowista Kerujuk dibandrol dengan harga Rp.150.000 berupa wisata alam, tour local community dan kuliner kampung. Pada sesi wisata alam, pengunjung diajak untuk melihat dan menikmati jernih dan sejuknya air terjun dan sungai yang berasal mata air hutan Pusuk, Hutan yang hijau, dan alam pedesaan yang asri. Tour local community, pengujung diajak untuk melihat dan bercengkrama dengan kegiatan petani gula aren sekaligus menikmati segarnya air nira dan Kopi Aren. Pengunjung juga akan diajarkan membuat kerajinan bambu dan rotan. Bagi pengunjung yang hobi mancing juga telah ada kolam pemancingan. Yang hobi permainan tradisional juga disediakan arena permainan tradisional.

Pada akhir paket, pengunjung akan menikmati kuliner kampung berupa jajanan local dengan ciri khas gula aren ditutup makan siang dengan menu ikan air tawar dari kolam pemancingan. Tak lupa pengunjung disediakan oleh-oleh untuk dibawa pulang gula aren bricket dan gula aren Semut yang menyehatkan. 

Kunjungan para wisatawan di lokasi ini telah mendorong keramahan dan kesadaran waarga di sini akan potensi alam yang mereka miliki. Dari kunjungan itu akan menggairahkan langkah mereka untuk menyambut pengunjung dengan kemampuan mereka. Hingga akhinya mereka berpikir ekowisata Kerujuk telah menjadi sumber mata pencaharian warga dan berakibat pada pendapatan masyarakat yang semakin meningkat.

Jurnalisme warga/Artikel Oleh: H. Wardi-Labuapi

Program KOTAKU…Insya Allah Kotaku Tak Kumuh Lagi

Ahad Legiharto,ST.M.EngSetiap orang berhak untuk hidup sejahtera, lahir dan bathin. Bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik, serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Tinggal di sebuah hunian dengan lingkungan yang layak, merupakan hak dasar yang harus dipenuhi pemerintah. Namun penanganan permukiman kumuh menjadi sebuah tantangan  bagi pemerintah kabupatenh/kota. Karena selain merupakan masalah, tapi juga merupakan salah satu pilar penyangga pererkonomian. (lebih…)

Ihsan, Petani Berprestasi Asal Sekotong Sulap Lahan Kering dan Tadah Hujan Menjadi Produktif

foto ihsan petani berprestasi tingkat nasional asal      Sekotong

Wilayah Sekotong dikenal dengan daerah yang kering, banyak lahan tadah hujan di daerah itu yang sulit digarap. Petani setempat pun kerap kali dilanda masalah, disebabkan air minim apalagi dimusim kekeringan. Namun ditengah keterbatasan itu, petani setempat tak kehabisan upaya. Dimotori oleh Ihsan (35) petani asal Dusun Berambang Desa Sekotong Tengah, para petani setempat pun mampu menggarap lahan yang tadinya kering menjadi lahan produktif.

Berangkat dari persoalan yang dialami petani setempat, Ihsan mencoba mengembangkan teknologi sederhana. Berkali-kali gagal, namun ia mencoba terus menerus sehingga mampu menghasilkan produksi 9 ton per hektar itupun dilahan non irigasi (lahan kering). “Sejak 2013 lalu kami bersama-sama petani disini mencari solusi bagaimana menggarap lahan tidur (lahan kering) menjadi lahan produktif,”katanya ditemui Selasa (27/9).

Ia mengaku, awal mula mengembangkan pertanian di wilayah setempat tahun 2013 lalu. Saat itu minim infrastruktur penunjang seperti irigasi dan bantuan benih. Ia pun mencoba mengembangkan benih dengan pola demplot padi melalui program SLPTT. Lalu bibit hasil demplot itu ditanam disawah, hasil panennya kurang memuaskan karena hanya 4 ton dalam satu hektar. Ia bersama petani lain pun mencoba mencari apa masalahnya sehingga produktivitas rendah. Ia mencari apa yang kurang lalu digali dan dicarikan solusinya. Saat itu, barulah diketahui bahwa petani belum menerapkan pemupukan berimbang. Ia pun berupaya berbagi informasi dengan petani lain, terkait langkah apa saja yang dilakukan untuk menanam padi. Ia turun ke petani untuk memberi tahukan terkait bagaimana cara menanam yang menghasilkan padi yang tingi.

Atas pembinaan itupun, musim tanam tahun berikutnya ia memperbaiki dengan menerapkan pemukukan berimbang. Sehingga diperoleh hasil yang terus meningkat, hingga saat ini diperoleh produktivitas menembus 9 ton per hektar cuaca yang bagus. Ditengah upayanya menggarap lahan kering tersebut, pihaknya memanfaatkan teknologi yang ada. Bahkan, untuk memuhi kebutuhan air irigasi pertnaian ia dengan petani lain slaing pinjam mesin pompa air. Ia juga membuat alat sederhana untuk bercocok tanam, alat ini dibuat hasil belajar dengan belajar di petani daerah lain. Ditengah kemarau panjang, ia pun menuai kendala sulitnya air. Ia pun secara sawadaaya membuat sumur, sebelum dibantu Dinas Pertanian. Sumur ini sedikit membantu petani untuk mengairi sawahnya.Selain memafatkan air sumur, patani juga menyedor air sungai dan embung yang masih tersisa. Ketika sulit aair, petani setempat terpaksa harus menginap di lo di areal pertanian.

Saat ini jelasnya petani setempat sudah teknologi pemupukan berimbang, jajar logowo, handtraktor, tanpa olaha tanah dan pengolahan pasca panen.”Kami juga sudah membuat alat panen sederhana buatan kami,”ujarnya. Teknologi lain yang dikembangkan, saat ini jajar legowo, sistem ini mampu menghemat benih dan biaya. Ia bersama petani setempat tidak mau tergiur menjual padinya dengan harga murah, atas bantuan pemerintah dibangunkan gudang penampungan gabah. Gabah tersebut sebelum dijual diolah dan dikeringkan, ketika harga lumayan mahal,. Selain itu, petani juga diarahkan untuk mengolah gabahnya menjadi beras barulah setelah iti dijual dalam bantu beras. “Nanti ibu rumah yang jual beras itu,”ujarnya.

Selain mengembangkan padi, ia juga mengembangkan sejumlah komditi lain seeprti sayuran dan cabe. Tanaman ini dikembangkan secara swadaya dengan menerapkan teknologi sederhana. Ia menggarap lahan seluas 7 hektar, dari luas tersebut 3 hektar milik pribadi sedangkan sisanya milik pengusaha yang nganggur. Karena lahan menganggur maka ia pun menawarkan kepada pemiliknya agar digarap. Ia membagi lahan itu untuk menanam padi, jagung dan hortikulura. Ia mengaku perjuangannya mengembangkan lahan pertanian di wilayah setempat teryata dinilai oleh tim pusat. Ia pun berhasil mewakili NTB menjadi petani berpestasi tingkat nasional. Beberapa paramter yang dinilai, analisa di lapangan, mislanya untung rugi menggunakan pola penanaman yang dikembangkan.

Ia mengaku meskipun menjadi petani berprestasi, ia mengaku perhatian terhadap petani setempat masih belum memadai. Sebab kendala yang dialami petani masih terkait air dan akses permodalan. Terkait kebutuhan air, Meskipun sudah dubangun embung Ribu kuning di daerah itu namun kapasitas tampungannya terbatas. Embung itu hanya mengair 250 hektar saja dari ribuan hektar lahan yang ada. Menyangkut modal katanya, banyak petani terpaksa mengijonkan padinya karena sulit akses modal. Petani menjual murah padinya, karena tidak ada modal untuk membeli kebutuhan pertanian. Ia mengaku hampir semua petani di wilayahnya ngijonkan padi untuk membeli kebutuhan pertanian. ‎

Pengirim Jurnalis Warga  : Zubaidi- Sekotong

Ida Sulyaningsih, SE Srikandi Pejuang Irigasi

Ida Sulyaningsih, SE

Srikandi Pejuang Irigasi

Apa modal yang harus disiapkan orang dalam berinovasi? Salah satu modal itu adalah optimis, percaya diri. Jangan katakan ‘tidak bisa’ sebelum mencoba. Jangan pernah berkata ‘tidak ada waktu’ sebelum kehilangan waktu. Intinya, semua orang punya hak untuk berkarya, punya waktu 24 jam sehari.

Bagi Ida Sulyaningsih, berjuang mengelola irigasi sudah mantap untuk bersikap. Rasa optimis dan percaya diri adalah sebuah tameng, sebuah perisai yang dirasa mujarab untuk meraih keberhasilan. Srikandi Pengamat Pengairan kecamatan Kediri ini seperti tak pernah kehilangan kendali. Bersama teman-teman sejawat, baik penjaga pintu air, pekasih maupun pengguna air, seperti air dengan riaknya, selalu bersatu, menjaga dan mengelolanya. (lebih…)

Malean Sampi Tradisi Khas Petani Lombok Barat

Malean Sampi

Khasanah budaya di Lombok tak akan pernah habisnya. Potensi budaya banyak yang belum tergarap dan mengemuka. Meski selama ini ada sejumlah pentasan budaya yang mencuat, itu hanya baru separuhnya saja. Masih banyak sisi lain dari khasanah kearififan budaya lokal yang masih terpendam bak mutiara yang siap memendarkan cahayanya. Salah satunya  yakni budaya Malean Sampi.

Budaya Malean Sampi ini di Lombok biasanya digelar pada areal persawahan yang ada di Kecamatan Lingsar dan Kecamatan Narmada.

Dalam terminology bahasa Sasak-Lombok Malean Sampi artinya mengejar sapi. Beda dengan karapan sapi di Madura yang bertujuan untuk lomba. Namun di Lombok Malean Sampi merupakan wujud rasa syukur para petani yang sudah selesai melaksanakan panen dan menyambut musim tanam berikutnya. Ditengah kegembiraan petani dengan hasil produksi pertanian itulah, petani memilih jeda untuk menggelar Malean Sampi yang dilaksanakan di area persawahan berlumpur.

Menurut Sahnan, SH buadayawan Lombok yang juga warga Lingsar menjelaskan, Malean sampi di Lombok juga menjadi salah satu even tradisional budaya turun-temurun yang dilestarikan hingga sekarang. Kecuali itu gelaran Malean Sapi diselenggarakan untuk menyambut kegiatan musim tanam berikutnya dan sebagai wadah bagi petani peternak untuk rekreasi, menghibur diri dan menjalin hubungan silaturrahmi sesama petani peternak agar lebih kuat.

Dalam kontes Malean Sampi ini, para peserta selain berasal dari petani/peternak, juga berasal dari para saudagar sapi se-Pulau Lombok. Sapi yang akan dilombakan terlebih dahulu dikemas atau dihias dan dipercantik dengan sebaik-baiknya agar menarik perhatian penonton. Hiasan tersebut bisa berupa bendera, stiker atau umbul-umbul kecil dan piranti pelengkap lainnya indah dan elok dipandang mata.

Sapi yang dikonteskan dalam ajang Malean Sampi biasanya dipilih atau diambilkan dari yang pejantan yang tanduknya sudah kelihatan keras dan sudah dibante (disuntik). Sistem bante dilakukan guna memudahkan para pemilik sapi dalam mengajarkan cara bertanding yang semestinya. Sapi yang dikonteskan tersebut disandingkan jadi satu pasar dan ditunggangi oleh joki yang tangguh dan berpengalaman.

Secara perlahan satu demi satu pasangan sapi ini dikonteskan dengan berlari melewati jalur lurus yang sudah disiapkan dilahan berlumpur. Namun dalam Malean Sampi ini tidak dikenal  istilah menang dan kalah. Namun sapi yang larinya bagus, tak berbelok, maka praktis sapi dimaksud akan menjadi incaran para saudagar sapi untuk dibeli dengan harga tinggi. Para saudagar berani membeli sepasang sapi tersebut seharga Rp. 30-35 juta.

H. Rawitah. budayawan Lombok lainnya mengungkapkan, jika Malean Sampi ini merupakan tradisi turun-temurun dari para leluhur mereka. Namun keberadaannya perlu lebih dimaksimalkan oleh pemerintah. Padahal Malean Sampi ini dikenal budaya unik di Lombok.

Event Malean Sampi diawali dengan parade atau defile pasangan sapi mengelilingi arena lomba. Kecuali itu sebelum dimulai, para wisatawan dan tamu undangan disuguhi permainan menarik khas Lombok yakni Peresean. Usai prosesi ini, para tamu undangan tidak terkecuali para wisatawan turut larut dalam acara makan bersama secara ala Sasak yakni Begibung. Deretan dulang (baki tinggi) diletakkan pantia untuk para wisatawan dan tamu undangan.
Mereka makan bersama-sama ala Sasak sebagai perwujudan krsamaan dan kekompakan masyarakat dengan lauq-pauq tradisional yang cukup sederhana.

Jurnalis Warga: H. Wardi, S, warga Labuapi Lombok Barat

Begasingan, Tradisi Menunggu Beduq Magrib Berbunyi

begasingan

Banyak aktivitas masyarakat di Pulau Lombok yang tak perlu dilewatkan begitu saja untuk diapresiasi. Terlebih di bulan suci Ramadhan ini beragam kegiatan dimanfaatkan, sembari menungggu beduq magrib pertanda buka puasa sudah mulai tiba.

Warga Jerneng, Bagik Polak Barat, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat rupanya cukup menghargai waktu dengan mengisinya dengan permainan gasingan, permainan tradisonal suku Sasak yang sudah cukup dikenal dan melegenda ini. Permainan ini tidak hanya muncul saat memeriahkan haribesar nasional semacam peringatan HUT kemerdekaan RI. Ataukah saat Pemilu yang digelar salah satu parpol atau konstentan Pilkada. Namun aktivitas ini muncul juga di bulan Ramadhan menjelang tibanya waktu berbuka.  “Kegiatan ini bagus dan positif, disamping sebagai hiburan juga upaya pelestarian budaya,” kata tokoh warga setempat, Gupron.

Ketika melintas di kawasan Jerneng, permainan gasing ini rupanya banyak digandrungi remaja maupun orang dewasa. Suasana arena tempat bermain gasing memang terlihat ramai. Dari jalan raya arah Gerung ataupun Cakranegara terlihat kerumunan orang sedang asik bermain gasing di salah satu lapangan kecil.

Amaq Huriah, salah seorang warga setempat juga menjelaskan, bermain gasing merupakan tradisi. “Bukan hanya di bulan puasa saja, tapi khusus puasa kami main setiap sore sambilan nganteh (menu nggu waktu buka,” ujar pria yang buka warung nasi di seputaran pasar labuapi ini.

Dijelaskannya,  dalam permainan tersebut ada kesempatan memukul gasing lawan yang dalam bahasa Sasak disebut “memantok”. “Tergantung siapa yang pintar mukulnya,” katanya.

Amaq Huriah mengaku saling bergantian mendatangi kandang lawan. “Sekarang ini kami yang dari Telaga Waru Barat dating ke Jerneng. Berikutnya giliran waktu kita saling undang,” jelas pria rtamah ini.

Biasa pembuatan gasing yang berukuran cukup besar sekitar RP 150-200 ribu. Meski berat, para pemain mengaku sudah terbiasa karena melakukannya sejak kecil. Amaq Huriah juga mengaku,  kalau tidak ditonton, para pemain gasing terlihat kurang bersemangat. “Bermain gasing sambil ngabuburit ini adalah upaya kami mempertahankan tradisi,” terangnya.

Jurnalis Warga: H. Wardi, S. Warga Labuapi.

Gamelan, Seni Tradisi Sasak Yang Mendunia

gamelan lombokGamelan, alat musik tradisional bagi masyarakat sasak-Lombok sudah demikian mentradisi (dikenal, red). Gamelan, sama halnya dengan asset berkesenian yang dimiliki oleh masyarakat Jawa, Bali atau bahkan Kalimantan dimanfaatkan sebagai sarana atau alat pendukung berkesenian. Gamelan sasak, saat ini keberadaannya justru menjadi pemikat khusus bagi wisatawan mancanegara. Sejumlah wisatawan dari berbagai Negara justru menikmati jika gamelan Lombok dimainkan. Jadi alat seni tradisional ini sudah mendunia.

Gamelan multifungsi bagi masyarakat Sasak. Sebutlah misalnya untuk menyemarakkan (meramaikan) kegiatan beracara begawe atau kenduri (selamatan) sesuatu bagi masyarakat Lombok. Gamelan juga bisa diminkan dalam acara merarik (kawin), nyunatan (khitanan), pengiring peresean (adu ketangkasan), pagelaran wayang Sasak dan sebagainya.

Gamelan Sasak selain multifungsi juga lebih lentur tidak terikat dimainkan hanya pada acara-acara tertentu saja. Namun ia lebih dinamis, atraktif guna mengikuti di mana dan ke mana kegiatan kesenian itu diselenggarakan. Sebutlah, misalnya yang kerap ditemui pada acara Nyongkolan, Gamelan dijadikan sebagai music tradisi pengiring bagi pasangan pengantin yang berjalan mengiringi music tradisi lainnya berupa Gendang Beleq.

Seorang perajin gamelan Sasak Komang Kantun berdomisili di Gunungsari, Lombok Barat malah memproduksi gamelan dari bahan-bahan yang ringan dibawa. Diantaranya dari pohon  kapuk, kayu gesting, kayu goak, kayu guruk, kayu randu dan sebagainya. Dipilinya kayu ringan sebenarnya untuk simple saja, agar gamelan mudah dibawa` kemana-mana terlebih saat pentas suatu acara.

Banyak perajin gamelan selain Kantun. Di Lombok saja pengrajin-pengrajin gamelan bisa ditemui di Krembong, Janapriya Lombok Tengah, Lelede, Labu Api Lombok Barat, Banyumulek, Bongor Selatan, Parampuan, Pagutan Mataram, dan Lombok Timur. Komang Kantun terbilang pengrajin yang bisa membuat semua jenis alat musik tradisional Sasak.

Mendapatkan bahan baku untuk membuat gamelan bagi seorang perajin taklah sulit. Contohnya, kayu, kulit kambing dan sapi untuk gendang, bambu tali dan lainnya. Perajinpun bersyukur tak pernah kosong pesanan.

Hasil kerajinannya berupa perangkat gamelan telah banyak menjadi suvenir atau oleh-oleh bagi wisatawan asing dari Taiwan, Jepang, Singapura dan Australia hingga Amerika Serikat.  Wisatawan biasanya membeli gendang saja, seruling atau bagian lainnya untuk oleh-oleh.

Satu set gamelan lengkap biasa dijual dengan harga Rp 150 juta. Susunan perangkat gamelan satu set, terdiri dari: 1 pemugah, 4 set saron, 2 set kantil, 2 set calung, 2 set jegog, 1 set reog, 1 buah kempul, 1 buah gong, 1 set rincik, 1 buah petuk, 1 buah seruling, 2 buah gendang yang umum disebut lanang dan wadon (laki-laki dan perempuan).

Pemugah dalam gamelan Sasak adalah komandan yang memberikan komando kepada keseluruhan bunyi dan tata posisi pemusik, misalnya komando nada sedang ke nada rendah, fungsinya memimpin mempunyai kuasa mengatur dinamika. Saron sendiri merupakan penyumbang 5 nada sedang dan 5 nada tinggi dalam musik gamelan.

Lain halnya dengan kantil, yang terdiri dari 5 nada tinggi dan 5 nada tinggi sekali. Calung dan jegog menyeimbangkannya dengan nada sedang dan nada rendah. Kempul berfungsi sebagai nada sela seperti koma dalam tanda baca. Misalnya ketukan suara ke 4 kempul, 8 alat musik lain, 12 kempul lagi dan ke 16 gong. Rincik berfungsi untuk meramaikan dan saron sebagai melodi.

Jurnalis Warga: H. Wardi, S, warga Labuapi

Presean Bentuk Pelestarian Budaya Sasak

610_1372Giri Menang – Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid membuka pagelaran budaya Peresean dan Batek Baris dalam rangka menyambut “RoahSegare” yang nantinya akan digelar pada bulan September di DesaKuranjiDalang (28/08/2016). Hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Subandi, Kasat Pol PP Baiq Yeni, Camat Labuapi dan puluhan pepadu-pepadu yang berasal dari seluruh desa di Lombok Barat. (lebih…)

Sukses Bertani Sang Guru, Aplikasikan Pupuk Organik Di Gontoran Timur

Bunda Henny Anwar di kebunnya di Gontoran Timur, Lingsar (12)

Pondok sederhana, tertata rapi, kerimbunan pohon mengitari halaman tak seberapa luasnya. Letaknya di Gontoran Timur, Kecamatan Lingsar Lombok Barat, Henny Leonita Anhar, SH menyalurkan hobinya berkebun sedari lima tahun lalu. Berbagai jenis tanaman obat, hortikultura, tanaman buah, sayur-mayur apalagi ia tanam di lahannya seluas 5 are itu. Jika berandai-andai atau mungkin mengimpikan rumah singgah yang nyaman, sejuk, terbebas polusi baik polusi hiruk pikuk keramaian kota ataupun polusi udara atau zat timbal adiktif beracun lainnya, maka hobi yang diterapkan ibu Henny yang juga Kepala SDN 19 Cakranegara Mataram ini patut diapresiasi, bahkan layak bernilai plus.

Meski untuk ukuran mengembangkan tanaman sayur maupun buah tak cukup dengan lahan sempit seperti miliknya, namun Henny yang tinggal di Jl. Merdeka 7 No. 3 Pagesangan Mataram ini mengaku puas akan hobi berkebunnya yang bisa tersalurkan. Kepuasan itu sendiri datang ketika melihat tanaman sayur maupun buah-buahan yang ada di taman pondok yang ia sebut “Dagul Garden” ini tumbuh dengan subur, cepat berbunga lantas berbuah banyak dan mencengangkan.

Atas semua itu bagi istri dari salah seorang pengacara di PTUN Mataram ini mengungkapkan kegembiraannya setelah cukup lama menerapkan alih teknologi pertanian menggunakan pupuk organic dari berbagai kotoran ternak milik warga setempat. Seorang tenaga pengajar yang ramah dan keibuan ini justru mengaku sangat puas atas hasil produktivitas tanaman yang semakin mencengankan utamanya dari sisi pertumbuhan dan pembuahan yang begitu cepat setelah aplikasi pupuk kompos produksi warga Gontoran.

Sejumlah tanaman buah misalnya tumbuh subur berjejer di pekarangannya seperti yang lagi trendi saat ini buah naga. Kecuali itu di lahan ini juga ada tanaman jeruk, delima merah, jeruk limau, kemunting, matoa, jeruti, jambu air, joet hitam, joet putih, rosela, singkong Sumatera dan sejumlah tanaman sayur-mayur lainnya. “Khusus tanaman buah naga sejak menggunakan pupuk kompos dalam satu buah naga berat bisa mencapai 1,3 Kg. Untuk satu pohon/satu tiang bisa menghasilkan 100 kg,” bunda Henny menjelaskan.

Aplikasi pupuk kandang bagi Bunda Henny telah menjadi jantung pergerakan dan pertumbuhan tanaman pertanian dan perkebunannya yang ia terapkan sejak tuju tahun lalu. Karena itu ia mengaku sulit menerapkan produk pupuk organic selain yang produksi peternak di Gontoran Timur. Karena sudah terbukti secara terus-menerus bisa meningkatkan nilai produktivitas tanaman. Ia sendiri mengaku sudah terlanjur jatuh “Cinta” dengan pupuk kompos dari kotoran ternak.

“Bahkan banyak teman-teman lainnya yang bertanya-tanya terkait pupuk yang saya pakai. Di sekolahpun ke depan akan saya kembangkan tanaman sayur dan tanaman toga lainnya dengan formulasi pemupukan menggunakan pupuk kandang,” tukasnya.

Cara bertanam alami yang diaplikasikan Bunda Henny ini dengan pola pemupukan dari kotoran ternak ini cukup praktis bisa dilakukan siapa saja. Artinya tidak terlampau rumit apalagi hendak membikin pupuk sendiri. Sebelum mulai menanam Bunda Henny menaburkan pupuk padat cair dari campuran tanah dan pupuk kandang yang sudah ditaburi pupuk kandang.

“Hasilnya luar biasa. Pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat, daunnya tumbuh berkembang menjadi lebih tebal dan besar. Bunga menjadi lebih cepat keluar dan menghasilkan buah lebih cepat, banyak dan bobotnya lebih banyak. Pemupukan dengan EM4 ini tergantung dari kebutuhan. Namun jika pemupukan lebih banyak, tentu hasilnya juga sepadan,” ungkapnya.

Alih terapan system pemupukan organic dengan pupuk kandang ini tidak saja diberlakukannya di lahan hortikultura. Namun di lahan sawah untuk tanaman pangan ia juga menerapkan pupuk kandang. Meski tanaman padi hanya lima are luasnya. Namun Bunda Henny sudah menikmati sendiri hasilnya. Produktivitas padinya meningkat drastis setelah menggunakan pupuk pupuk kandang ini.

“Pada tanaman bunga dan tanaman hias lainnya di pekarangan rumahpun saya dan keluarga menerapkan pemupukan organik. Tanaman tumbuh menjadi lebih segar, lebih hijau dan pembungaan juga semakin banyak. Anjuran saya gunakanlah pupuk organic seperti di Gontoran Timur dalam merawat tanaman,” saran Bunda Henny yang juga sering mengirim bibit naga ke Lombok Timur, Lombok Barat hingga ke Pulau Dewata-Bali.

Jurnalis Warga oleh: WARDI

DATU KELING DAN DATU DAHA

Jurnalis Warga Oleh : Aulia Islamiati Yusuf (SMAN 1 Labuapi)

 Dikisahkan, ada dua Datu (raja) bersaudara, namanya Datu Keling dan Datu Daha. Mereka tinggal di Kerajaan yang berbeda. Datu Keling di Kerajaan Keling dan Datu Daha di Kerajaan Daha. Selama mereka menjadi Datu, mereka belum mempunyai bije (anak). Karena terlalau lama menjadi Datu, mereka merasa bingung. Kelak, siapa yang akan meneruskan tahta kerajaan mereka. Semua usaha telah dicoba, tetapi tidak satupun yang membuahkan hasil, hingga terdengar di telinga Datu  sebuah cerita tentang makam keramat. Konon,  semua keinginan dan permintaan pasti akan di kabulkan jika berdoa di makam tersebut. Cerita ini membuat kedua Datu itu berniat mengunjungi makam yang dimaksud. (lebih…)

1 53 54 55 56 57 71