Peluang Pengembangan Wisata Bahari

044SEBAGAI daerah yang kaya akan laut, Lombok Barat (Lobar) harus mendayagunakan semua potensi yang ada. Jangan sampai ada dikotomi antara laut dan darat. Potensi kelautan dan perikanan, hendaknya tidak hanya jadi urusan dan dinikmati oleh masyarakat pesisir saja. Di daerah terpencil pun yang tidak berbatasan dengan pantai, perikanan dan kelautan tetap diperlukan. Semua potensi kelautan harus di export ke darat. Selanjutnya, Lobar dapat benar-benar menjadi daerah maritim, apabila semua masyarakat berorientasi pada laut. (lebih…)

Gili Nanggu, Wisata Bulan Madu Halal

F-Nanggu-1GIRI MENANG – Tak kalah dengan Gili Trawangan, Gili Nanggu Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong semakin berbenah. Pulau kecil dan sunyi ini kini juga dipersiapkan sebagai destinasi bulan madu (honeymoon) halal yang sangat romantis.

Wayan, Front Staff Gili Nanggu Resort mengatakan, ini merupakan ide langsung dari manajemen resort. Hal tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap pengembangan wisata di Lombok Barat.

“Ini inisiatif manajemen,” ungkapnya

Beragam fasilitas telah disiapkan untuk mendukung rencana tersebut. Nanggu Resort menyediakan penginapan sekaligus juga tempat peribadatan. Sebanyak  delapan buah cottage dipersiapkan bagi pasangan yang ingin berbulan madu.

“Kisaran harga per cottage hanya Rp 500 ribu untuk high season, sedangkan low season sebesar Rp 400 ribu,” paparnya.

Sementara untuk makanan, wisatawan tak perlu khawatir. Gili Nanggu Resort menyediakan restoran dengan makanan yang dijamin halal 100 persen.

Ia mengaku Gili Nanggu memang cocok sebagai destinasi bulan madu. Pulau kecil ini menawarkan suasana ketenangan dan keromantisan kepada setiap pengunjung.

Di Pantai Gili Nanggu, pasangan pengantin dapat menikmati kicauan-kicauan burung di sekitar pepohonan yang asri. Di bibir pantainya, pengunjung dapat merasakan sejuk udara pantai dan ombak-ombak tenang menyapu kaki-kaki. Selain itu, Gili Nanggu menawarkan air laut yang sangat jernih, dimana ikan-ikan berwarna-warni terlihat jelas.

“Sangat mengasyikkan bagi mereka yang tak suka keramaian,” pungkas Wayan. (fer/r4)

Sukses Yani Budidayakan Gaharu Di Lahan Kering

 

Yani Petani Gaharu (2)Obsesi Nur Akhmad Yani bertahun-tahun untuk menemukan species tanaman bernilai ekonomis tinggi berupa tanaman gaharu di lahan kering berujung pada upaya mendongkrak pendapatan petani kini berbuah manis. Seakan lepas dari rasa haus berkepanjangan Yani begitu biasa ia akrab disapa, dianggap telah   menjadi pahlawan tanpa pamrih di tempat tinggalnya Desa Bukit Tinggi dan Desa Mekarsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Kerja keras dan dedikasi sosok Yani akhirnya diganjar penghargaan bergensi sebagai Fellow Ashoka. PSPSDM, lembaga yang didirikannya, dinilai sebagai 15 mitra terbaik GEF-SGP di Indonesia. Ia dianggap memiliki kiprah besar dalam pemberdayaan masyarakat di lahan kering.

Sistem pengelolaan lahan kering berupa teras miring yang diciptakan Yani di desa binaannnya, awalnya telah dikembangkan oleh pegiat LSM pada era tahun 1980-an seperti Konsorsium Masyarakat Dataran Tinggi Nusa Tenggara (KMDTNT) di wilayah NTT, NTB, Bali dan Timor Leste, serta CARE Internasional di NTB.

Hanya saja yang menjadikan kiprah Yani dinilai member cirri tersendiri yakni dia berhasil melakukan uji coba budidaya tanaman gaharu pada lahan kering. Sebagaimana diketahui pengembangan gaharu di desanya biasanya hidup hidup optimal di lahan lembab, namun berkat eksperimen Yani bisa dibudidayakan dengan baik pada lahan kering.

Hal yang lazim terjadi bagi para petani, tanaman utama yang dikembangkan pada program lahan kering adalah jenis tanaman kayu dan buah-buahan, namun ironisnya tak mampu memberikan dampak signifikan terhadap pendapatan petani lahan kering. “Penemuan bibit gubal gaharu oleh Dr Parman (almarhum) dari Unram telah menginspirasi saya untuk melakukan uji coba agar tanaman gaharu dapat dibudidayakan di lahan kering,” terang Yani membuka pembicaraan.

Uji coba keberhasilan Yani pada lahan kering dua warganya yang disulap menjadi hijau dan subur, telah membuka aura masyarakat sekitar mulai tertarik mengadopsi inovasi ini pada lahan mereka. Pada tahun 1999, jumlah petani di Desa Mekarsari yang mengadopsi inovasi ini berkembang menjadi 40 keluarga tani. Pengembangan program ini mendapat dukungan dana hibah dari GEF-SGP/UNDP.

Kecuali Desa Penimbung dan tiga desa di sekitarnya di Lombok Barat, Yani juga telah mengimplementasikan program pertanian lahan kering model ini ke Desa Selaparang di Lombok Timur, Desa Mbajo dan Desa Dodi Dungga di Bima dan Desa Malaka di Kabupaten Lombok Utara.

Saat ini, petani binaan Yani di Desa Mekar Sari telah dapat menikmati hasil panen tanaman semusim dengan lebih baik, termasuk tanaman gaharu dan tanaman kayu lainnya. Satu pohon gaharu umur 5 – 6 tahun bisa menghasilkan 1 – 3 kilogram (kg) gubal gaharu. Harga 1 kg gaharu dapat mencapai Rp 1 juta hingga 9 juta di lapangan, tergantung kualitas gubalnya.

Selain itu Yani menambahkan, salah satu anggota kelompok tani yang mengelola lahan seluas 1 hektare dapat membeli sepeda motor cash dari memelihara 3 ekor sapinya. Pakan ternak tidak perlu dicari ke hutan atau tempat lain seperti sebelumnya.  Tetapi cukup dari daun gamal yang ada di kebunnya.

Kapasitas kelembagaan dan individu kelompok tani yang dibina Yani juga meningkat. Ketua kelompok dan kelompok taninya telah menjadi pemrakrasa berdirinya SDN 4 Mekarsari.  Nyoman Suyasa, anggota kelompok lainnya, telah berhasil memfasilitasi pembangunan sarana air bersih dan pembukaan jalan baru di desanya.

Ujicoba tanaman gaharu di lahan kering di Desa Mekarsari dan Bukit Tinggi telah menjadi laboratorium training lapangan. Telah banyak kunjungan yang dilakukan oleh petani, kelompok tani maupun ormas lain dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Timor Leste untuk belajar bersama dengan petani setempat.

Pendampingan program yang diberikan kepada masyarakat saat ini tidak lagi terbatas pada bidang pertanian, tetapi juga bidang kesehatan, air bersih dan pendidikan. Jumlah desa dampingan yang telah mendapat sentuhan program PSPSDM sebanyak 129 desa, 121 desa diantaranya tersebar di NTB.

Jurnalis Warga: WARDI

Gili Kedis, Sepotong Surga Di Lombok Barat

gili kedisAnugrah Ilahi yang melimpah ruah dengan suguhan alam yang indah mempesona di Pulau Lombok khususnya di Lombok Barat memang diakui tiada banding tiada sanding dengan daerah lainnya. Begitu kaya akan beragam potensi alam yang menakjubkan sejatinya menjadi saksi bisu pemberian Tuhan yang layak  disyukuri.  Jika Pulau Bali terkenal lebih dahulu dengan potensi alam pantainya karena promosinya lebih awal, namun jangan terlena, jika suatu saat nanti Pulau Lombok akan mampu  menandingi Bali. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke negeri belahan surga dari deretan Sunda Kecil di wilayah Nusa Tenggara ini.

Bentangan pantai pasir putih bak merica tiada batas nyaris tak terlewatkan kita temukan di  alam pantai maupun di Gili-Gili (pulau kecil,red) yang ada di Lombok. Yang sudah mendunia yakni gili trawangan, gili meno dan gili air merupakan kekayaan wisata yang sangat terkena di pulau Lombok. Tiga icon pariwisata ini merupakan branding yang dimunculkan untuk menarik sejuta wisatawan untuk datang ke Lombok. Namun tidak terhenti sampai di situ saja, selain tiga gili ini ternyata Lombok juga menhyimpan  gili lain yang keindahannya tidak kalah dengan tiga gili yang ada. Itulah Gili Kedis.

Gili Kedis sendiri berada disebelah barat desa Sekotong Tengah dusun Batu Kijuk kecamatan Sekotong, kurang lebih 1000 m. Wilayah yang kurang diperhatikan oleh pemerinth daerah ini menyimpan keindahan yang sangat eksotis, dengan pantainya yang dibalut pasir putih lebih bagus dari pantai Senggigi. Hal yang menarik dari gili satu ini adalah gelombang lautnya yang tidak ada lebih persis terlihat seperti danau. Selain itu gili ini masih bersih dan alami tidak ada sampah yang terlihat sampai menurut pengakuan salah seorang warga disana lokasi ini (gili kedis) pernah dijadikan sebagai lokasi shoting film asing..

Keindahan gili kedis ini sayang sekali tidak banyak diketahui oleh orang, bahkan sngat tidak terurus. Masyarakat sangat membutuhkan fasilitas seperti dermaga untuk dijadikan sebagai bersandarnya perahu yang digunakn sebagai alat transportasi bagi tamu yang ingin mengunjungi gili satu ini.

Jika diambil dari poto udara, bentuk Gili Kedis ini memang unik. Seperti bentuk jantung atau lambang cinta (love). Karena itu bagi siapa saja yang baru pertama ke Gili Kedis ini akan langsung takjub dan berdecak kagum tiada henti dengan keindahan pulau mungil yang berpasir putih dan lembut ini.

Gili Kedis memang mempesona untuk dipandang. Dengan ukuran mungilnya, pulau ini menjadi tampak cantik. Tak perlu waktu lama untuk menjelajahi seluruh pulau dengan ukuran lebih kecil dari lapangan bola ini. Sekitar sepuluh atau sebelas menit, seluruh pantainya akan habis kita jejaki.

Melihat makin derasnya arus kunjungan wisatawan, dimana wisatawan ingin menikmati hal-hal baru dan spesifik, setiap akhir pekan ataupun saat musim liburan tiba, Gili Kedis makin ramai pengunjung tidak saja wisatawan domestic, namun wisatawan mancanegarapun tak menyia-nyiakan kesempatan liburannya untuk menimati hamparan keindahan Gili Kedis.

Berada di pantai memang panas menyengat, namun rimbunnya pepohonan tertiup angin semilir di pantai, menjadikan pengunjung di Gili Kedis ini terasa betah untuk lebih lama dinikmati. Kecuali itu Pemerintah Daerah Lombok Barat juga membangun gazebo dan berugak kecil sebagai tempat para wisatawan melepas lelah. Kelebihan pantai ini adalah airnya yang jernih. Selain kejernihan yang mengelilingi gili ini, Gili Kedis memiliki alam bawah laut yang indah.

Keindahan terumbu karangnya masih cukup terjaga sebagai habitat dari berbagai jenis ikan. Di satu sisi terdapat pasir putih yang lembut dengan ombak yang relatif tenang, sedangkan di sisi lainnya teradapat bebatuan yang tergerus oleh ombak. Bagai penyuka snorkeling, bawah laut gili Kedis layak dijadwalkan dalam daftar penjelajahan.

Multiflyer effeck dari berkembangnya pariwisata di suatu daerah secara langsung memberikan nilai berganda bagi terdongkraknya ekonomi masyarakat. Masyarakat yang berdekatan tinggal dengan Gili Kedis rupanya cerdas membaca peluang  ini dengan berjualan berbagai jenis makanan, minuman, kuliner khas setempat. “Saya dan masyarakat di sini berharap agar dari waktu ke waktu Gili Kedis ini akan semakin dikenal dan ramai dikunjungi banyak orang. Karena dengan ramainya pengunjung kami bis aneka jenis makanan dan minuman yang dibutuhkan wisatawan. Dengan demikian kami bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan hidup akan menjadi lebih baik,” ungkap Rahmah(46), warga Batu Kijuk yang kesehariannya berjualan makanan dan minuman ringan di bibir pantai menuju kawasan Gili Kedis.

Kecuali itu, masyarakat nelayan juga meraup untung dari penyewaan perahu mereka yang menyeberangkan wisatawan ke Gili Kedis ini. “Hanya saya pungut Rp. 200.000 penyeberangan PP ke Gili Kedis untuk satu perahu dengan isi maksimal 10 orang,” kata Rajiman nelayan setempat.

Tips ke Gili Kedis: Berwisata ke Gili Kedis tidaklah sulit. Dari ibukota Lombok Barat di Gerung perjalanan sejauh 30 Km bisa ditempuh kea rah selatan baik dengan mengendarai sepeda motor maupun kendaraan roda empat (travel). Tidak kurang dari satu jam perjalanan sudah sampai di Gili Kedis. Menyeberang ke Gili Kedis banyak penyewaan perahu bernotor yang siap mengantar anda pulang pergi ke lokasi yang indah ini. Adapun tarifnya Rp. 200.000 PP/perahu dengan isi penumpang maksimal 10 orang.

Jurnalis Warga Oleh: WARDI.

Taman Narmada, Taman Paling Favorit Di Lombok

Taman Narmada                 Taman Narmada di Lombok Barat  menjadi salah satu pilihan favorit bagi masyarakat di Pulau favorit bagi masyarakat di Pulau Lombok, mulai dari Lombok Timur hingga Kota Mataram, sebagai tempat berlibur dan melepas penat. Hari Sabtu dan Minggu, Taman Narmada menjadi begitu padat dengan kunjungan. Kolam renang dalam areal Taman Narmada menjadi tempat yang paling diminati pengunjung. Minat kunjungan ke Taman Narmada juga didominiasi oleh para pelajar yang ingin mengetahui sejarah Taman Narmada yang dibangun oleh Raja Anak Agung Gde Ngurah Karang Asem, tahun 1727 Masehi (meski ada sebagian literatur yang mengatakan dibangun tahun 1805 Masehi).

           Taman Narmada merupakan duplikai dari Gunung Rinjani dan Danau Segara Anak, tempat yang biasa dipakai Sang Raja untuk melakukan ritual kurban. Konon, ketika usia raja makin tua, ia tak dapat lagi melakukan ritual di puncak Gunung Rinjani pada ketinggian 3.726 meter dpl, maka ia memerintahkan seluruh arsitek kerajaan untuk memindahkan nuansa Gunung Rinjani ke tengah kota yang kini bernama Narmada. Pada masa itu, Taman Narmada merupakan tempat khusus bagi raja untuk untuk memuja Dewa Siwa sekaligus sebagai tempat peristirahatan raja.
Taman Narmada ditata berbentuk gunung. Sumber mata air yang jernih mengaliri tiga kolam di bagian bawah taman ini. Salah satu dari kolam inilah yang merupakan kolam renang alami dan menjadi tempat mandi favorit pengunjung. Di bagian atas taman terdapat sebuah pura bernama Pura Kalasa. Untuk mencapainya, melewati anak tangga yang sangat banyak. Ketika menuju pura ini, nuansanya seperti tengah mendaki Rinjani.
Inilah salah satu lokasi wisata air yang paling banyak dikunjungi. Data Dinas Pariwisata Lombok Barat, kunjungan ke Taman Narmada terus meningkat setiap tahun.
Wisatawan asing biasanya lebih suka datang untuk mengetahui sejarah Taman Narmada, sedangkan wisatawan lokal menikmati keindahan dan keasriannya. Kebanyakan masyarakat yang berkunjung tidak terlalu tertarik dengan sejarahnya, melainkan menikmati kolam permandian Taman Narmada saja. Pengunjung terbanyak adalah keluarga dan anak-anak.
Kunjungan ke Taman Narmada akan sangat ramai, selain pada hari Sabtu dan Minggu, juga pada hari-hari libur sekolah, hari raya dan libur lainnya. Bulan Maret sampai Mei, biasanya sepi karena saat efektif sekolah. Demikian juga di bulan puasa, kunjungan turun. Sedangkan pada Bulan Juli sampai Agustus kunjungan akan meningkat karena libur sekolah. Termasuk juga di bulan Desember.

Saat-saat libur seperti ini kunjungan meningkat tajam, 3-4 ribu seminggu. Taman Narmada yang berada di tengah kota ini, lokasinya sangat mudah dijangkau dan relatif berbiaya murah meriah. Sekali masuk, pengunjung hanya mambayar tiket Rp 5.000 untuk dewasa dan Rp 2.000 untuk anak-anak. Biaya rekreasi yang sangat terjangkau dan lokasinya di tengah kota ini, membuat Taman Narmada menjadi tempat berwisata yang menyenangkan. Murah meriah dan sangat terjangkau.

            Pengunjung dapat menikmati kenyamanan taman ini dengan leluasa. Hanya ketika akan berenang di kolam renang alami, mesti membayar tiket masuk lagi Rp 5.000. Cukup murah. Dalam lokasi ini juga terdapat taman dan air awet muda. Inilah salah satu ciri khas Taman Narmada. Para pengunjung biasanya mencuci muka dan minum air awet muda yang dipercaya dapat membuat awet muda.
Di Taman Narmada, pengunjung tidak usah repot membawa makanan dari rumah, karena warung-warung tradisional tertata rapi di dalam areal taman. Disana dijual makanan khas Lombok, seperti pelecing dan sate bulayak. Di samping itu, di pintu keluar taman, para penjual kaos khas Lombok terutama dengan disain khas Taman Narmada juga bisa menjadi salah satu pilihan oleh-oleh selain kerajinan khas Lombok lainnya.

Jurnalis Warga: WARDI

Melihat Pesona Wisata Hutan Madani, Sedau Narmada

Lombok Barat memiliki hutan yang sangat menakjubkan. Namun sebagian besar telah terbabat habis oleh aksi illegal logging. Hutan Madani lantas diadakan, sebagai bentuk reboisasi sekaligus wisata alam.

F-BOKS-3-1TERLETAK 25 kilometer dari Kota Mataram, Hutan Madani ini terletak di Desa Sedau kawasan Gunung Jae Kecamatan Narmada.

Akses jalan menuju ke sana memang belum memadai. Namun hal ini justru menjadi tantangan yang menyenangkan.

Hutan Madani sebelumnya merupakan sebuah hutan hijau yang sangat indah. Namun perlahan keindahan ini memudar. Satu persatu pohon  hutan ini habis dibabat pembalak liar.

Kondisi hutan yang gundul sangat memprihatinkan. Pohon dibabat tanpa ditanami kembali. Hal ini menimbulkan pemanasan global yang cukup parah.

TGH Hasanain Juaini, aktivis lingkungan yang juga pimpinan Ponpes Nurul Haramain Narmada, merupakan salah satu orang yang prihatin terhadap kondisi. Ia berfikir bagaimana mengatasi hal ini. Akhirnya ia menemukan ide untuk mengembangkan hutan buatan. Sebab jika mengandalkan penanaman kembali, membutuhkan waktu yang cukup lama.

Pada 2013 lalu, ia akhirnya melakukan pengembangan hutan buatan ini. Ia menanam ribuan pohon baru pengganti pohon yang telah dibabat.

Tak hanya pohon, di hutan ini juga dibangun sebuah pondok pesantren. Ponpes ini merupakan cabang dari Ponpes Nurul Haramain.

Ponpes ini dijadikan sebagai tempat bagi santri yang memiliki kelemahan dalam penyerapan ilmu pengetahuan. Suasana hutan alam yang menyejukkan sangat mendukung proses konsentrasi.

“Sangat cocok bagi siapapun yang ingin mencari inspirasi,” ujarnya.

Hutan ini belakangan banyak dikunjungi wisatawan asing. Wisatawan dari Jerman, Australia, hingga Rusia pernah datang ke tempat ini. Mereka tertarik dengan konsep alam yang ditawarkan hutan Madani. Mereka bahkan ikut berpartisipasi dalam pengembangan hutan Madani.

“Beberapa berugak juga merupakan sumbangan para turis tersebut,” lanjutnya.

Hutan seluas 54 hektare tersebut kini ditanami ribuan pohon tinggi. Hutan ini sangat cocok dijadikan arena adventure bagi pengunjung yang suka berpetualang.

Hasanain mengungkapkan jika hutan Madani ini menggunakan konsep kampung Inggris di Pare. Ia bahkan akan menerapkan infrastruktur berbentuk bunker atau ruang bawah tanah.

“Sekarang dalam proses penggalian,” pungkasnya.

Meski mengadopsi konsep yang ada di Pare, namun output di Hutan Madani tak kalah berkualitas. Banyak santri yang digembleng di hutan tersebut menorehkan prestasi yang cemerlang

Hasanain melanjutkan, kedepannya ia akan membangun ponpes dengan konsep lebih modern. Selain itu, hutan Madani juga akan dijadikan sebagai pusat pelatihan.

“Jadi fungsinya nanti tak hanya jadi tempat wisata hutan,” tandasnya.(FERIAL AYU, Giri Menang*/r4)

Sumber:http://www.lombokpost.net/2016/08/08/turis-sumbang-berugak-bangun-bunker/

KWT Karya Wanita Penuhi Pangan Warga Dari Pekarangan Rumah

Ketua KWT Karya Wanita, Dusun Dasan Belo, Desa Jembatan Kembar Siti HartiniMenuju sukses, apalagi iktikat awal untuk merubah image masyarakat agar menjadi sadar dan peduli akan ketahanan pangan berikut kelestariannya membutuhkan waktu, proses dan penuh kesabaran.  Merubah perilaku masyarakat, apalagi dengan  sikap masyarakat yang masih apatis dan berpendidikan rendah, pemikirannya masih tradisonil akan menjadi lebih kontras dari apa yang diharapkan. Namun apa yang dilakukan Siti Hartini Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Wanita Tani, Dusun dasan Belo, desa Jembatan Kembar Timur, Kecamatan Gerung, kabupaten Lombok Barat  pantas diteladani.

Dengan ketekunannya ulet dan sabar tanpa mengenal cibiran tetangga sekitar, dengan pendekatan kekeluargaan dan sentuhan tangan dinginnya secara perlahan namun pasti, sikap apatis masyarakat yang tak respek terhadap pentingnya ketahanan pangan keluarga akhirnya membuahkan hasil.

Awalnya Hartini, begitu ia biasa disapa mengawalinya dengan mencoba menanam berbagai jenis tanaman sayur-mayur di pekarangan rumahnya yang luasnya tak seberapa. “Sayur-mayur itu berupa cabe merah, cabe hijau, terong, tomat, kangkung, sawi, bayam, labu, seledri, kemangi, pare, gambas, kacang panjang, mentimun, koro (komak), kecipir dan masih banyak tanaman sayur lainnya. Komiditas pangan lainpun juga ditanam anggota kelompok. Misalnya talas, uwi, ubi kayu, ubi jalar, mangga, sawo, anggur, papaya. Tanaman Obat Keluarga (Toga) juga memenuhi pekarangan rumah. Diantaranya, kunyit, lengkuas, jahe, kencur, sirih, sereh dan lainnya,” ujar Hartini ramah.

Hartini menyadari komoditas pangan tersebut di atas kesehariannya yang paling banyak dicari sebagai konsumsi rumah tangga. Dampaknya masyarakat terutama ibu rumah tangga tidak perlu kebingunan akan pemenuhan kebutuhan sayur-mayurnya. “Tak mesti harus ke pasar atau ke sawah ladang yang jauh untuk memperoleh sayur. Jadi cukup memetik saja di pekarangan rumah,” tutur ibu berpenampilan kalem ini.

Banyaknya manfaat bertanam sayur di pekarangan rumah milik Hartni, kecuali rasa malu warga lainnya yang kerap kali meminta sayur di pekarangan rumah, ternyata ide Hartini telah menginisiasi warga dusun sekitar untuk mengikuti jejak Hartini. Secara perlahan warga lainnya turut menanam tanaman sayuran yang muaranya untuk pemenuhan gizi masyarakat. Ketertarikan warga yang makin bertambah  itulah yang juga mengilhami Hartni untuk membentuk Kelompok Wanita Tani “Karya Wanita”. Awalnya hanya 25 anggota,   hingga kini KWT ini beranggotakan 45 orang yang terbentuk sejak tahun 2012. Namun register penetapannya oleh Bupati Lombok Barat tertanggal 26 Juni 2013.

Kesungguhan KWT Karya Wanita bagi pemenuhan pangan masyarakat setempat memantik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB untuk dijadikannya sebagai binaan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) bahkan BPTP dibawah Kementerian Pertanian ini berhasil menyabet juara I lomba MKRPL se NTB yang diadakan lembaga tersebut di tahun 2014.

              Keberhasilan KWT Karya Tani juga mengundang Wakil Menteri Pertanian RI Dr. Rusman Heriawan pada Maret 2014 lalu yang secara khusus melakukan kunjungan dinasnya di kelompok ini. Menyusul pula KWT Karya Tani mendapat kehormatan sebagai salah satu onyek kunjungan Worl Bank – FAO Communities of Praktice (CoP) bersama rombongan dari berbagai Negara berjumlah 20 orang. Kedatangannya dimaksudkan untuk belajar dan mendapatkan informasi dan pengalaman membangun dan mengembangkan MKRPL yang nantinya akan dikembangkan di negaranya masing.

           Tanaman sayur-mayur di pekarangan kelompok KWT Karya Tanaman sayur dan komiditi pangan lainnya yang dikelola KWT Karya Tani tidak hanya dikonsumsi sebagai pemenuhan atau pelengkap nasi saja. Namun KWT Karya Wanita ini juga berpikiran cerdas. Jika saja untuk konsumsi atau secara ekonomi bisa meningkatkan pendapatan keluarga, namun pengetahuannnya hanya sebatas itu saja. Karena itu kelompok ini memproduksi berbagai makanan kecil atau camilan dengan rasa yang gurih dan mengundang selera.

Sebutlah misalnya ada stik kangkung, peyek bayam, kacang sembunyi, pudding labu dan sebagainya. “Ide kami untuk membuat makanan camilan berawal karena dorongan membuat camilan dari bahan sayur-mayur dari pekarangan rumah dan bernilai khas. Makanan olahan dari sayur memiliki nilai gizi yang tinggi. Dan jika diolah jadi camilan berupa stick dan peyek akan terasa lebih nikmat dan digemari semua orang. Demikian pula nilai ekonomisnya juga lebih tinggi,” kata Hartini.

Jurnalis Warga oleh: WARDI

Kerajinan Tenun Gumise Gerung

Mengunjungi Kampung Kerajinan Tanun Gumise Gerung, Jadi Andalan Lobar, Perajin Butuh Sentuhan Motif

Gerung –Tenun ikat Gumise, Desa Giri Tembesi Kecamatan Gerung begitu dikenal di Lombok Barat hingga ke NTB bahkan ke luar daerah. Tenun yang menjadi andalan Lobar ini memiliki kekhasan motif, berupa motif segi empat kombinasi motif hujan. Namun perkembangan waktu, perajin butuh pelatihan untuk memperkaya motif tenun yang dihasilkan. Pasalnya para perajin memiliki hambatan terbatasnya motif yang ingin dibuat, lantaran terbatasnya kemampuan para perajin. Pengembangan motif ini juga untuk menarik pembeli untuk membeli tenun hasil perajin setempat.

Ketua kelompok tenun Gumise, Wayan Landri ditemui di Gumise Minggu 24/7) kemarin, menuturkan, pengembangan kerajinan tenun di daerahnya mulai muncul sejak tahun 1997 lalu. Ia-lah yang mempelopori pengembangan kerajinan tenun khas tersebut. “Cara menenun ini saya peroleh dari Nuse Penida, lalu saya kembangkan disini,“akunya. Semenjak kawin dengan warga setempat, ia mngaku belum ada warga yang menenun. Warga hanya mencari kayu bakar, bertani dan lain-lain.

Ia pun memulai menenun sendiri di rumahnya. Lambat laun, warga sekitar pun mau menenun. Satu per satu warga pun memulai belajar menenun. Ia pun suka rela mengajarkan warga lain agar bisa menenun. Awalnya, hanya beberapa warga saja yang mau menekuni tenun ini, lantaran warga menganggap pekerjaan ini tak menghasilkan banyak uang. Warga juga menganggap menenun ini pekerjaan sampingan, sebab pekerjaan utamanya bertani dan beternak serta berkebun.

Awal mengembangkan tenun ini, dari jumlah kelompok 20 orang hanya 3-5 orang yang aktif.  Sedangkan sebagian besar tidak aktif menenun. Tenun yang bisa dihasilkan tidak banyak. Ia hanya bisa menghasilkan 2 potong kain sehari. Itupun butuh kesabaran dan ketelatenan. Lambat laut, banyak anggota yang berminat. Banyak angota yang aktif menenun. Warga semakin antusias menyusul dibangunnya sorum dan tempat menenun tahun 2005 oleh Disperindag. “Sejak diibangunkan tempat menenun ini barulah warga  semangat dan anggota banyak aktif. Sehingga seperti sekarang,”tuturnya.

Sekarang lanjutnya kondisi semua anggota mulai mengembangkan tenun ini. Menurutnya, perhatian pemda lumayan besar ke perajin tenun. Termasuk pembinaan, pelatihan. Setiap ada kegiatan pameran dan pelatihan perajin diikutkan, minimal katanya tenun ikat hasil perajin gumise ditampilkan pada even pameran. Ia mengaku sejauh ini di lokasi menenun, sudah ada 3 lokal bangunan ruangan. Satu lokal untuk menenun, menyimpan mesin dan sorum. Jumlah Alat tenun bukan mesin (ATBM) yang dimiliki sebanyak 20 unit. Namun ATBM ini jelasnya bukan bantuan pemda akan tetapi punya kelompok yang dibuat swadaya. “Sejauh ini baru 3 unit dikasi pemda, selebihnya milik anggota,”akunya.

Dari sisi kendala jelasnya, sejauh ini masalah modal bisa diatasi atas bantuan pinjaman dari BPD (Bank NTB red). Terkait pemenuhan bahan baku para perajin membeli benang putih dari bali, terkadang bahan baku dibeli dari daerah Lombok. “Bahan baku ini dibeli dari agen,”jelasnya. Bahan baku ini jelasnya, tergantung jenisnya. Jika bahan baku benang putih dipesan dari Bali, sedangkan jika yang biasa dibeli di lokal. Kendala yang dihadapi perajin jelasnya, SDM perajin yang kurang. Terutama kemampuan para perajin dalam pengembangan motif, masih terbatas. Diakui para perajin diberi pelatihan namun terbatas sehingga jika tak dipraktekkan langsung maka akan hilang.

Kendala lain yang dihadapi, para perajin tenun Gumise Desa Giri Tembesi Kecamatan Gerung sejauh ini masih jauh dari kata sejahtera, lantaran penghasilan yang diperoleh tak memadai dibandingkan lelah (capek) membuat kerajinan. Mereka berharap ada perlindungan atau jaiminan harga dan pasar yang jelas supaya kerajinan yang mereka kembangkan bisa memperoleh penghasilan yang memadai.

Ketua kelompok tenun Gumise, Wayan Landri mengaku, saat ini jauh lebih berkembang dibandingkan sebelumnya. Tenun yang mampu diproduksi dalm sehari 20 lembar, satu perajin menghasilkan satu lembar tenun. Berbicara harga per lembar (potong) diakuinya masih rendah. Ia menghargakan tenun per potong 160 ribu ukuran 2,5 meter. Harga ini tak memadai,jika dibandingkan biaya produksi dan capeknya membuat tenun. Biaya produksi per potong tenun tergantung motif, jika motifnya lumayan sulit maka perlu bahan baku yang harus didtangkan dari luar. Harganya pun lumayan tinggi.

Belum lagi proses pembuatan tenun yang sangat melelahkan. Tahapan-tahapan menenun mulai dari proses persiapan hingga baru bisa menenun butuh waktu 2 minggu. Tahapan awal menenun mulai dari proses mewarnai benang selam dua hari. Pewarnaan ini butuh waktu pas, jika cuaca bagus maka prosesnya cepat jika hujan maka prosesnya agak lama. Lalu dilanjutkan memintal benang, dihani (buat gulungan) baru bisa dipasang di ATBM. Pemasangan benang di ATBM ini pun butuh proses lama dan melehkan. “Butuh tiga hari memasukkan benang ke ATBm,”akunya. Setelah itu barulah dilakukan penenunan. Alat-alat untuk menenun sendiri terdiri dari ATBM, sisir, suri, skoci untuk menaruh benang. Selain itu ada palp, untuk penggulungan benang, pemintal benang.

Terkait pangsa pasar, Sejauh ini diakui masih sangat terbatas. Diakui pangsa pasar masih lokal, belum ada pangsa pasar hingga keluar daerah. Orderan tenun pun fluktuatif. Terkadang banyak orderan, bahkan terkadang sepi orderan. Ia mengaku, perajin lebih banyak mengandalkan orderan dari kantor dinas. Ia mengaku, dinas-dinas ada yang memesan 30-40 unit selain itu ada yang memesan dari pihak kecamatan. Termasuk Pemda memesasan untuk pelaksanaan MTQ sebanyak 500 potong, namun pihaknya hanya mampu memehui 250 potong saja. Hal ini dikarenakan waktu yang diberikan mepet. Pihaknya diberi waktu 2 bulan untuk menyelesaikan 500 potong kain tenun.

Ia mengaku, jika melihat penghasilan perajin masih minim. Hal ini menyebabkan mereka enggan mau menenun. Karena itu, mereka pun menutupi dengan bertani dan berkebun. Ketika musim tanam tiba,warga beralih mengarap pertanian. Namun ketika musim tanan dan panen berakhir barulah mereka kembali menenun. “Kebanyakan yang aktif ini mereka yang tak punya lahan garapan, kerajinan ini satu-satunya yang diharapkan,”jelasnya.

Jurnalis Warga: Penulis Zubaidi alamat Sekotong

foto bahan baku benang yang dipakai penenun Gumise

foto bahan baku benang yang dipakai penenun Gumise

foto para penun tengah melakukan penunan

oto para penun tengah melakukan penunan

foto perajin tengah menenun tenun ikat

foto perajin tengah menenun tenun ikat

 

Sekotong Tengah Desa Mandiri Energi

Mengunjungi Desa Mandiri Energi Sekotong Tengah, Puluhan Tahun Gunakan Lampu Templek, Kini Warga Bisa Nikmati Listrik

Sekotong_Semenjak ditetapkan sebagai desa mandiri energi (DME) tahun 2013 lalu, desa Sekotong Tengah  sedikit demi sedikit mulai berkembang. Berbagai perubahan dialami desa itu, khususnya beberapa dusun terpencil yang berlokasi di pegunungan menjadi titik fokus pengembangan DME. Seperti, dusun Serero, Lebah Suren, Loang Batu dan Harapan Baru.

Masyarakat yang tinggal di pegunungan ini hampir puluhan tahun hidup tak tersentuh pelayanan listik, kini mulai bisa menikmti listrik meski bersumber dari PLTS. Namun di sejumlah dusun itu, masih tersisa banyak persoalan yang belum diatasi. Seperti minimnya sarana dasar, sebut saja sarana pelayanan kesehatan, jalan dan air bersih. Seperti apa kondisi desa mandiri energi Sekotong Tengah, berikut penulis menyajikan ulasannya. Akhir pekan kemarin penulis berksempatan mengunjungi DME setempat.

Cuaca pagi itu cukup cerah. Tampak sinar mentari pagi menerpa dedaunan yang masih dibasahi embun pagi. Burung-burung berkicau silih berganti, seolah mereka saling berbicara. Begitulah suasana pagi itu, ketika penulis memulai perjalanan menuju empat dusun terpencil tersebut.

Mengendarai kendaraan roda dua khusus untuk menganrungi medan berat, penulis bersama salah seorang warga melewati jalan beraspal, sebelum tiba ditanjakan menuju dusun Lebah Suren. Sekitar 1,9 kilometer pertama, jalur menanjak ke dusun ini relative mudah karena jalannya sudah dibangun oleh dinas PU Lobar. Namun setelah itu, jalur berbatu dan berlubang menghiasai perjalanan hingga tiba di rumah Kadus Lebah Suren, Budiman.

Setiba di rumah kadus  setempat, di rumah kadus tersebut, tampak bola lampu masih menyala. Bola lampu itu terhubung dengan kabel dirangkai pada tiang besi yang berdiri kokoh. Tiang itu, menghubungkan dengan sebuah unit PLTS terpusat tak jauh dari rumah kadus tersebut. “Listrik ini kan bersumber dari PLTS terpusat yang dibangun tahun 2013 lalu, dari bantuan pusat,”kata Budiman didampingi istrinya. Bantuan PLTS terpusat yang selesai dibangun tahun 2013 itu berkapasitas 15 MW. PLTS tersebut bisa menerangi rumah 93 KK. Dari 93 KK itu terbagi di Loang Batu 26 KK sedangkan sisanya lebih banyak di Lebah Suren.  Semenjak bantuan PLTS ini turun ke dusun itu,  masyarakat sangat merasakan dampaknya. Masyarakat yang sebelumnya, menggunakan lampu templek berganti menggunakan bola lampu pijar. “Masyarakat tidak repot menyalakan lampu, tinggal teken, nyala,”katanya.

Terkait pengelolaan PLTS tersebut, pihak dusun telah membuat awik-awik. Bagi warga yang mencuri setrum tanpa sepengetahuan teknisi maka akan didenda Rp 1 juta.  Jika tidak sanggup maka akan dicabut meterannya.  Sejauh ini ada tiga warga yang melakukan pelanggaran, sehingga dicabut meterannya. Meterannya tersebut dialihkan ke warga lain yang membutuhkan. Selain itu, ditarik iuran per bulan Rp 15 ribu untuk biaya pemeliharaan dan upah mekanik. “Sampai saat ini terkumpul iuran Rp 8 juta lebih,”terangnya.

Menurutnya persoalan listrik bisa teratasi, namun masih banyak masalah lain yang harus diselesaikan. Beberapa diantaranya, ,masalah pelayanan kesehatan, jalan dan air bersih. Bencana kekeringan masih kerap kali melanda sejumlah dusun diatas pegunungan, wargapun terpaksa menempuh jarak 3-4 kilometer mengambil air. “Sekarang proyek sumur bor tengah dibangun, seperti dijanjikan pak Plt bupati saat berkunjung ke daerah kami,”imbuhnya. Setelah dari dusun Lebah Suren, kami melanjutkan perjalanan ke Dusun Loang Batu yang terletak dua kilometer. Menuju ke dusun ini sangat susah, karena kondisi jalan setapak yang rusak. Di sepanjang jalan dusun ini, terpasang tiang besi penghubung antara PLTS terpusat dengan rumah warga. Didusun ini paling banyak warga yang belum terlayani listrik PLTS.

Terhitung 26 KK yang dialiri dari PLTS terpusat Lebah Suren, masih terdapat sisa  rarusan KK yang belum terlayani. “Tahun ini akan dipasang PLTS tersebar,”tukasnya. Jumlah penduduk di dusun ini 200 KK lebih, terbagi menjadi dua yakni Loang batu sebanyak 85 KK dan Dusun Harapan baru 130 KK.

Seusai dari Dusun Loang Batu, perjalanan berlanjut ke Dusun Serero. Dua dusun ini dipisahkan oleh sungai,  jarak tempuh sekitar 3 kilometer. Dusun ini dihubungkan dua jembatan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. setelah melewati lembah dan bukit, barulah memasuki dusun Serero. Dusun serero yang dihuni 136 KK lebih ini lebih dulu mendapatkan bantuan PLTS. Namun bantuan yang digelontorkan tahun 2006 lalu hanya tersisa sekitar 10 unit.  “Saat ini 90 persen sudah terlayani PLTS,”aku Kadus Serero Amak Ida. Di dusun ini, terpasang PLTS terpusat 15 MW, mengaliri ratusan KK. Untuk mengelola bantuan PLTS itu, pihaknya sudah membuat awik-awik sama seperti dusun Lebah Suren. Selain mendapatkan bantuan dari PLTS terpusat juga dibantu PLTS tersebar tahun ini. Terpisah, Kepala dinas Pertambangan dan Energi Budi Dharmajaya menyatakan untuk program mandiri enegeri di Sekotong Tengah fokusnya di beberapa dusun di daerah pegunungan. Dibeberapa dusun ini telah dibangun dua unit PLTS terpusat. Tahun ini pemerintah kembali memberikan bantuan PLTS tersebar sebanyak 225 unit.  “Itu dibagi untuk beberapa dusun berlokasi di atas gunung Desa Sekotong Tengah  itu,”terangnya. Saat ini tengah dibangun sumur bor di Dusun diatas pegunungan tersebut. Kedepan, perhatian pemda akan lebih besar lagi daerah setempat.

(Jurnalis Warga: oleh:  Zubaidi)

foto jaringan listrik PLTS terpasang di daerah pegunungan  di DME Sekotong Tengah

Foto jaringan listrik PLTS terpasang di daerah pegunungan

foto rumah warga didusun Lebar Suren bisa terlayani   listrik PLTS

foto rumah warga didusun Lebar Suren bisa terlayani listrik PLTS

Becingah Agung dan Al-Aziziyah Siap Jadi Lokasi MTQ Nasional XXVI Tahun 2016

lokasi MTQ (2)Bencingah Agung Kantor Bupati Lombok Barat dan Ponpes Al-Aziziyah yang siap menjadi lokasi MTQ Nasional XXVI Tahun 2016

GIRI MENANG – Penyelenggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional XXVI yang akan berlangsung pada akhir bulan Juli hingga Agustus mendatang. Lombok Barat mendapatkan posisi sebagai tuan rumah penyelenggara salah satu mata lomba bidang tahfidz. Untuk memusatkan penyelenggaraan tersebut, Pemkab Lombok Barat memilih dua lokasi yakni, Becingah Agung Kantor Bupati Lombok Barat dan Pondok Pesantren Al-Aziziyah Dusun Kapek Desa Gunung Sari Kecamatan Gunung Sari.

“ Alhamdulillah kita di Lombok Barat mendapatkan kesempatan sebagai penyelenggara mata lomba bidang tahfidz, yang dipusatkan di Becingah Agung dan Pondok Pesantren Al-Aziziyah,” terang Asisten I Setda Lombok Barat Hj. Baiq. Eva Nurcahyaningsih diruang kerjanya, Kamis (15/7).

lokasi MTQ (1)Persiapan pelaksanaan ini jelasnya, Pemkab telah merapatkan barisan dengan seluruh elemen untuk meramaikan kegiatan nasional tersebut. Alhasilnya, pemkab akan memasangkan baliho dan sepanduk ditempat umum pada tanggal 20 juli mendatang, sedangkan di kantor pemerintahan telah ramai. Kemudian, ruang khusus bagi dewan hakam, panitera, panitia berada di ruangan Umar Madi Komplek Kantor Bupati. Sementara, ruang tunggu peserta di kantor Humas Lombok Barat yang berdekatan dengan Becingah Agung. Di lokasi ini akan berlangsung lomba tahfidz untuk 1 dan 5 juz . “ Semua ruangan ini berada di dalam satu komplek kantor Bupati, sehingga semua peserta dan panitia mudah ke panggung utama,” paparnya.

Sedangkan, lokasi kedua di Ponpes Al-Aziziyah akan disiapkan panggung utama berada di tengah halaman ponpes, dan bisa juga di Masjid Ponpes. Seluruh panitia pun telah disiapkan langsung di lokasi Ponpes tersebut. Pada lokasi ini akan berlangsung lomba tahfidz 10 dan 20 juz. “ Al-Aziziyah dipercaya, karena dianggap telah melahirkan ribuan tahfidz tersebar di berbagai belahan bumi nusantara dan luar negeri dan kerap kali tampil setiap perlombaan,” tandasnya.

lokasi mtq (2)(1)Pada kesempatan ini, Lombok Barat pun berhasil mengutus empat orang mewakili Provinsi NTB diantaranya, di bidang qiroat putri atasnama Mas’adatin, hifzil quran 20 juz diwakilkan Muhammad Fathul Muin, tafsir bahasa inggris atasnama Hj. Hani Malkan, dan Musabaqah Makalah Quran (M2Q) diwakilkan oleh Abdul Kadir Jaelani. “ Keempat ini merupakan yang berhasil lolos pada pelaksanaan MTQ tingkat provinsi di Kabupaten Bima lalu, sehingga saat ini dilakukan pembinaan di provinsi. Kami berharap ini bisa mengharumkan nama NTB, terutama daerah Lombok Barat,” terangnya.

Untuk menyambut kedatangan para peserta, pihaknya akan melakukan bersih-bersih baik di komplek kantor Bupati dan Ponpes Al-Azizyah dengan melibatkan para pegawai, santriwati, serta unsur masyarakat. Termasuk juga para peserta yang akan datang melalui jalur transportasi laut di pelabuhan lembar, meski belum dipastikan pihaknya akan melakukan bersih-bersih sepanjang jalan Kecamatan Lembar dengan melibatkan otoritas pelabuhan lembar seperti pelindo dan PT ASDP.  “ Untuk menyambutnya H-5 kita sudah bersih-bersih menyambut kedatangan para peserta tersebut. Mengingat juga Lombok Barat sebagai pintu masuk melalui jalur pelabuhan Lembarr,” ujarnya.

Sesuai jadwal, para peserta akan berdatangan pada tanggal 28 dan 29 Juli, baru pada tanggal 30 Juli akan dilakukan pembukaan yang dipusatkan di Islamic Center kota Mataram. Bagi peserta yang ikut lomba 1,5,10, dan 20 juz berlokasi di Lombok Barat berlangsung lombanya pada pagi dan siang hari. “ kalau malam hari tidak ada, dan lomba ini akan berlangsung selama lima hari,” pungkasnya.(dika)

Nama Lengkap : Hery Mahardika

1 54 55 56 57 58 70