Giri Menang- Polemik seputar jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) kini terjawab sudah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan surat edaran bernomor: 270/2305/SJ tanggal 6 Mei 2013 terkait pelaksanaan Pemilukada di daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2014 mendatang agar dilaksanakan pada tahun 2013.
Surat Edaran yang ditandatangani Mendagri Gamawan Fauzi tersebut, menjelaskan alasan 43 daerah harus melaksanakan pilkada tahun 2013 yakni agar tidak mengganggu pelaksanaan pemilu 2014. Namun ini di peruntukkan bagi daerah yang sudah siap, yakni siap dari segi anggaran dan siap jadwal atau tahapan pemilukada oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Dalam surat edaran tersebut juga menyebutkan sedikitnya ada 43 daerah se-Indonesia yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2014 mendatang dan di harapkan pemilukadanya di majukan atau di mundurkan.
“Kita sudah mengetahui SE ini dari awal, makanya kita membuat tahapan Pemilukada Lobar”, ujar Suhaimi Syamsuri Ketua KPU Lobar saat di konfirmasi wartawan, Senin (27/5), kemarin.
Surat edaran ini lanjut Suhaimi hanya sebagai penguat dalam pelaksanaan Pemilukada Lobar yang akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan.” Tanpa surat edaran ini kita tetap sah menggelar Pemilukada, pasalnya KPU RI sudah menetapkan untuk dimajukan”, tandasnya.
Dari segi kesiapan lanjutnya, Lobar sudah sangat siap terbukti dari anggaran untuk Pemilukada sudah dianggarkan dalam APBD Murni Lobar tahun 2013 ini sebanyak kurang lebih Rp 22 miliar. ”KPU Lobar sudah sangat siap, buktinya sudah membuat tahapan Pemilukada dan sudah dimulai sejak beberapa waktu lalu”, cetusnya.
Terpisah, salah satu anggota DPRD Lobar Fraksi PDI-P Wayan Arsa mengatakan setelah dirinya melakukan konsultasi ke Mendagri terkait pelaksanaan Pilkada Lobar, Mendagri mengatakan KPU Lobar sudah benar membuat tahapan dan jadwal Pemilukada tahun 2013 ini.
“Posisinya Lobar sudah siap, baik anggaran maupun lainnya, tinggal dilaksanakan saja”,tandasnya.
Sumber: Lombok Post, Selasa 28 Mei 2013
Giri Menang – Beroperasinya UD. Ikan Lombok, perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dan penangkaran biota laut, di Tembowong, Sekotong Barat Lombok Barat (Lobar), tanpa mengantongi izin mengundang perhatian serius Pemkab setempat. Bupati Lobar, Dr. H. Zaini Arony, MPd mempertanyakan kenapa perusahaan itu bisa beroperasi tanpa izin. Karena itu, ia akan mengambil langkah tegas terkait dengan operasional perusahaan ini.
Selain mengancam menutup perusahaan itu, bupati juga menyiapkan sanski terhadap perusahaan itu karena dinilai merugikan daerah. Bupati yang baru saja pulang dari Mekkah menunaikan ibadah umrah, mengaku belum mendapat informasi pasti dan jelas terkait keberadaan perusahaan tersebut.
‘’Jika betul perusahaan tersebut tidak memiliki izin operasi di wilayah Lobar, pasti saya perintahkan untuk ditutup dan berhenti beroperasi. Selain itu, kami akan berikan sanksi,”tegas bupati, Minggu (26/5) via telepon.
Bupati menyatakan, Senin (27/5) hari ini, ia akan mengecek langsung kebenaran informasi ini. Pihaknya akan memanggil instansi terkait untuk membahas masalah yang dinilainya serius tersebut. ‘’Jika dari hasil cek di lapangan dan keterangan yang diperolah dari dinas terkait membenarkan informasi itu maka kami akan menyiapkan sanksi tegas dan melarang perusahaan itu beroperasi di wilayah Lobar karena dinilai telah merugikan daerah,’’ tegasnya.
Prosedurnya, perusahaan apapun yang beroperasi di Lobar harus meminta izin dari Pemkab Lobar. Karena itu, jika perusahaan itu tidak memiliki izin operasi di wilayah Lobar, pihaknya akan memerintahkan untuk mentutup dan memberhentikan perusahaan itu beroperasi.
Sumber : http://www.globalfmlombok.com/read/2013/05/26/bupati-lobar-siap-tindak-aksi-pencurian-coral.html
Giri Menang – Aktivitas penjualan terumbu karang di Tembowong , Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong Tengah, Lombok Barat (Lobar) yang diduga ilegal, masih terus berlangsung lancar meski terus disorot. Bahkan aktivitas ilegal itu diawali dari pencurian di sekitar perairan Gili Gede.
Penelusuran Suara NTB di sekitar lokasi, pengambilan terumbu karang (koral) berlangsung di belakang Gili Gede. Bermacam jenis koral kelas dunia diperoleh di sana. Salah seorang nelayan, Imam yang pernah menjadi karyawan di sana, sempat menjadi penyelam untuk mendapatkan berbagai jenis terumbu karang, kemudian dibawa ke pusat penangkaran, UD. Ikan Lombok, perusahaan yang akhir-akhir ini disorot tersebut.
Sekitar pukul 12.15 Wita, sebuah perahu motor dengan dua orang di atasnya, melaju dari arah Gili Gede dan merapat ke tembok belakang UD. Ikan Lombok, milik Geofani Ardison, asal Italia. Tembok belakang perusahaan itu langsung berdempetan dengan Pantai Tembowong. Dua orang tersebut menurunkan box warna hijau, yang diduga isinya koral yang diambil dari sekitar Gili Gede.
Penelusuran dilanjutkan ke pusat penangkaran terumbu karang UD. Ikan Lombok. Disana Suara NTB yang mengaku sebagai pembeli ikan hias dan terumbu karang bertemu dengan sejumlah karyawan, salah satunya Junidi alias Memet. Pria asal Jawa Tengah ini menjadi tangan kanan Geofani, dan sering berhubungan dengan para calon investor.
Dalam penjelasannya, Memet mengaku terumbu karang dibeli dari para nelayan, bukan diambil langsung. Setelah diambil, kemudian dibawa ke pusat penangkaran, yang berbentuk aquarium berbagai ukuran. Dari ukuran 1 x 0,5 meter, sampai ukuran paling besar 5 x 1 meter. Dipenangkaran itu, disimpan dalam hitungan bulan. ‘’Kalau sudah ada yang pesan, langsung dikirim,’’ kata Memet. Mengenai harga per biji, ia tidak tahu, karena jika sudah berbicara harga, maka bosnya yang berkomunikasi dengan investor tersebut.
‘’Kami hanya urus pengambilan koral, kemudian masukkan dalam aquarium. Kami juga siapkan kemasan pembungkusnya,’’ sebutnya. Disisi lain, empat pria yang juga karyawan perusahaan itu sedang membuat kemasan berbahan kantong plastik bening dan lapisan koran. Kantong itu kemudian dimasukkan koral per biji, kemudian dimasukkan dalam box untuk siap dikirim.
‘’Biasanya berangkat ngambil (koral, red) pagi, sekitar jam 8 (08.00 Wita), kemudian pulangnya jam 10 atau jam 12.00 Wita,’’ tutur Imam, yang mengaku sejak dua tahun terakhir tidak lagi mensuplai terumbu karang ke perusahaan itu. Salah satu alasannya, sering diperingatkan warga lain, bahwa aktivitas itu ilegal.
Keberadaan perusahaan itu memang sudah diketahui masyarakat sekitar. Namun beberapa tahun terakhir, sudah tidak ada yang bekerja di sana. Seluruh karyawan diketahui berasal dari Ampenan, Mataram. Pemilik perusahaan, sering tidak sepaham dengan karyawan lain. “Saya juga sudah tidak nyaman bekerja, karena izin perusahaan itu sudah kedaluarsa,” ujar salah seorang mantan karyawan UD Ikan Lombok yang tidak ingin namanya dikorankan.
Ia membocorkan, selama ini perusahaan itu memang diinformasikan ke masyarakat menjual ikan hias. Namun aktivitas utama di dalamnya adalah penangkaran terumbu karang berbagai jenis. Setelah penangkaran, jika ada yang pesan, kemudian dijual ke luar negeri.
“Sebenarnya warga juga sudah tahu aktivitas itu diduga illegal, tapi karena tidak ada yang buka suara, jadinya mereka masih lancar-lancar saja aktivitas pengambilan koral dari gili,’’ ujarnya. Tapi saatnya nanti, ia meyakini warga akan berontak, apalagi setelah menyadari banyak terumbu karang yang rusak. (ars)
Sumber : http://www.suarantb.com/2013/05/27/wilayah/Mataram/detil1.html
Kepala Badan Lingkungan Hidup Lombok Barat Nyoman Sembah mengatakan, pencemaran di wilayah Sekotong tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus-menerus, karena pencemaran akan merusak kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Seperti diketahui, pencemaran di Sekotong diakibatkan aktifitas penambangan emas tanpa izin yang telah berjalan selama beberapa tahun belakangan ini.
Bahkan selain menambang emas secara konvensional, masyarakat kebanyakan melakukan upaya pemisahan emas dengan bebatuan tidak jauh dari lokasi penambangan. Sembah mengaku, usaha melibatkan masyarakat dalam mengelola lingkungan, sebenarnya telah dilakukan pemerintah daerah dari tahun ke tahun.
Sosialisasi itu meliputi, keinginan pemda menetapkan kawasan Sekotong sebagai lokasi tambang rakyat, Sehingga seluruh upaya penambangan akan bersifat legal atau sesuai perizinan.
Sembah menambahkan, secara sadar, pencemaran lingkungan di Sekotong akan merugikan masyarakat setempat, baik dari sisi kesehatan tubuh maupun kerusakan lingkungan. Bahaya kimia berupa timbal dan sebagainya, secara perlahan akan menimbulkan kerusakan terhadap manusia dan lingkungan, termasuk dapat menyebabkan cacat fisik dan mental penambang itu sendiri.
Sumber : http://rrimataram.com/pencemaran-akibat-penambangan-di-sekotong-mengkhawatir-kesehatan-masyarakat/
Meskipun sudah dibuka hampir tiga minggu lamanya, dan akan ditutup pada pekan depan, Komisi Pemilihan Umum – KPU Lombok Barat sampai hari Selasa (21/5), belum menerima berkas dukungan pasangan calon perseorangan untuk menjadi calon peserta Pemilihan kepala daerah – Pilkada Lombok Barat.
Namun sejumlah pihak justru menilai, pasangan calon perseorangan di Pilkada Lombok Barat disinyalir terus menghimpun KTP dari masyarakat sebagai bentuk dukungan mendaftar di Pilkada.
Fotokopi KTP dan dokumen kependudukan yang masih berlaku, menjadi syarat pasangan calon perseorangan untuk mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon di Pilkada Lombok Barat. Dukungan juga bisa dalam bentuk Kartu Keluarga atau KK, dengan sarat, setiap satu orang pendukung harus menggunakan satu lembar fotokopi KK.
Ketua KPU Lombok Barat Suhaimi Syamsuri mengatakan, pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon, apabila memenuhi syarat dukungan paling rendah 29 Ribu 967 jiwa, atau empat Persen dari jumlah penduduk Kabupaten Lombok Barat sebesar 749 ribu 169 jiwa. Jumlah dukungan harus tersebar lebih dari 50 Persen dari 10 jumlah kecamatan di Lombok Barat, minimal di enam kecamatan.
Sumber : http://rrimataram.com/kpu-lombok-barat-belum-menerima-berkas-dukungan-calon-perseorangan-dalam-pelbup-lombok-barat-2013/
Sumber: http://www.sasak.org/arsip-sasak/sejarah/tokoh-islam-sasak-pada-masa-penjajahan/09-05-2013
GIRI MENANG-Lombok Barat (Lobar) sepanjang tahun ini bakal di banjiri wisatawan asing, seiring dengan meningkatnya kunjungan kapal pesiar di Pelabuhan Lembar. Sebanyak 34 kapal pesiar dijadwalkan akan berlabuh di Lembar hingga akhir tahun ini.
“Banyaknya kunjungan kapal pesiar hingga kini menjadi dasar untuk menargetkan jumlah kunjungan wisatawan lebih tinggi dari proyeksi tahun sebelumnya”, kata Kadis Pariwisata I Gde Renjana.
Kapal pesiar tersebut mengangkut wisatawan asing untuk berwisata ke sejumlah lokasi. Renjana optimistis meningkatnya kunjungan kapal pesiar akan berbanding lurus dengan jumlah kunjungan wisatawan.
Diketahui, jumlah kunjungan kapal pesiar yang bersandar di Pelabuhan Lembar selama 2012 sebanyak 22 kapal. Jumlah ini meningkat signifikan dari tahun sebelumnya.
“Wisatawan kapal pesiar ini untuk turun ke Pelabuhan Lembar menggunakan sekoci”, tuturnya.
Sumber: Lombok Post, Selasa 21 Mei 2013
Giri Menang -Menyikapi dugaan penyelundupan biota laut di Lombok Barat (Lobar), Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) dan Komisi I dan Komisi II DPRD setempat akan melakukan investigasi untuk mendalami persoalan ini. Dewan dalam waktu dekat akan mendatangi perusahaan itu untuk menelusuri dari segi perizinannya, karena menurut informasi pihak Dislutkan izin perusahaan itu sudah habis alias kedaluwarsa.
Sementara Dislutkan sendiri akan menyelidiki asal muasal karang dan ikan hias yang dikelola perusahaan itu, karena pihak pengelola berdalih itu berasal dari Bima namun informasi dari nelayan biota laut yang dikelola diambil juga di perairan Lobar. Selain itu, pihak terkait juga akan mengorek informasi terkait izin operasional, lokasi dan jenis biota yang diambil serta jumlah yang diambil.
‘’Kami akan selidiki masalah ini, karena ini masalah serius,”ungkap Kadislutkan Lobar, H. Hasbullah, Senin (20/5). Dijelaskan, perusahaan penangkar berlokasi di Tembowong itu beroperasi sekitar lima tahun lalu sebelum ia menjabat sebagai Kadislutkan. Dulunya perusahaan ini bernama UD Ikan Lombok, namun belakangan ia tak tahu apakah nama perusahaan itu tetap sama karena pemiliknya berasal dari Italia.
Informasi yang ia peroleh ketika berkunjung ke perusahaan itu bersama Bupati Lobar beberapa waktu lalu, perusahaan itu mengambil karang dan ikan hias di Bima. Perusahaan ini kemudian menangkarnya dan setelah berukuran besar dikirim ke Bali. Dari Bali , biota laut ini kemudian dikirim ke luar negeri. Akan tetapi dari informasi nelayan sekitar daerah itu, biota laut tidak hanya diambil dari Bima melainkan banyak di perairan Lobar. Hal ini menurutnya perlu didalami, karena jika benar itu terjadi maka tentu tanggung jawab perusahaan itu untuk melakukan perbaikan dan perlu meminta izin ke Dislutkan Lobar.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, karena perusahaan ini seringkali mengirim biota laut sementara jika dihitung pertumbuhan karang itu lambat. Pertumbuhan per centimeter memakan waktu sekitar enam bulan. Namun intensitas pengiriman perusahaan ini hampir setiap bulan. Ia menduga kalau izin pengelolaan yang diperoleh hanya sebatas kedok untuk mengambil biota laut kemudian dikirim dan dijual.
‘’Jangan-jangan izin pengelolaan itu hanya kedok saja,’’ imbuhnya. Hasbullah juga menerima informasi, perusahaan pengelola dan penangkar biota laut satu-satunya di NTB itu sudah habis masa izinnya. Ia melihat langsung surat izin ittu habis setahun lalu. Ia pun menganjurkan kepada pengelola perusahaan untuk mengajukan perpanjangan melalui Dislutkan kabupaten, kemudian diteruskan ke Dislutkan provinsi. Namun pihak perusahaan tak menggubrisnya dengan alasan pengurusan izin itu berada di bawah kewenangan provinsi.
Menurutnya, persoalan ini sudah lama terjadi. Namun kurangnya koordinasi karena aturan yang tumpang tindih di sisi lain mendelagasikan wewenang penentuan kuota penjualan biota laut kepada Dislutkan di sisi lain juga wewenang serupa juga kepada Dishut dalam hal ini BKSDA.
Menurutnya, rancunya aturan ini menyebabkan persoalan ini kurang dikontrol dan diawasi. Padahal akibat pengiriman dan pengambilan terumbu karang laut mengancam kelestarian biota laut. Karena berdasarkan hasil penelitiannya, di sepanjang pantai dari daerah Eat Mayang Lembar hingga Pelangan- Sekotong Barat terjadi kerusakan karang dan biota laut lainnya. Selain ulah warga yang mengambilnya untuk dijual dan diolah, juga karena pengaruh pembuangan limbah tambang.
Seharusnya terkait hal ini dikoordinasikan, terutama terkait lokasi, jenis dan jumlah biota yang diambil. Karena hal ini terkait kontrol lebih penting untuk rehabilitasi karang yang diambil. Namun karena Dislutkan tidak tahu lokasi yang diambil perusahaan, maka pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak. Seharusnya dalam ketentuan teknis, ketika perusahaan mengajukan izin operasi ke pemprov diberitahukan juga ke kebupaten, sehingga kabupaten mengetahui keberadaan perusahaan itu. Di lain pihak jika terjadi persoalan yang timbul akibat aktivitas itu maka tentu perusahaan perlu dimintai pertanggungjawaban. ‘’Itu juga menyangkut ketentuan, karang yang boleh dan tidak boleh diambil untuk dijual,’’tukasnya.
Menurutnya, kegiatan perusahaan yang mengambil dan merusak biota laut tak sebanding dengan upaya konservasi terumbu karang. Pemkab lobar sendiri menghabiskan dana sekitar Rp 250 juta lebih setahun untuk merehabilitasi 6000 stek karang. ‘’Tapi dengan mudahnya dirusak,’’ tandasnya.
Sementara itu reaksi keras disampaikan anggota Komisi II DPRD Lobar yang membidangi perikanan dan kelautan , H. Ahmad Zaenuri. Menurutnya, perusahaan itu harus ditutup sementara jika izinnya habis. Karena justru yang menanggung kerugian adalah daerah. Ia menegaskan pihaknya akan melakukan rapat komisi untuk membahas masalah ini. Setelah itu Komisi II akan segera turun ke perusahaan itu untuk mengecek aktivitasnya. Menurutnya, kegiatan dan perizinan perusahaan itu harus melalui kabupaten karena mengacu undang-undang otonomi daerah. ‘’Minggu depan kita akan turun mengecek ke sana (perusahaan) itu, karena ini jelas-jelas merugikan daerah. Karena tidak berkontibusi ke daerah,’’ujarnya.
Keberadaan perusahaan itu luput dari sepengetahuan Dewan dan tak ada izinnya di pemkab, karena itu perusahaan ini tidak berkontribusi ke daerah. Komisi I yang membidangi masalah perizinan, H. Misrun menegaskan, perusahaan itu harus ditutup sementara jika terbukti izinnya habis. Karena lokasinya di Lobar maka proses perizinannya juga di daerah setempat. ‘’Kegiatan perusahaan itu harus distop, jika memang izinnya habis,’’tegasnya.
Sumber : http://www.suarantb.com/2013/05/21/wilayah/Mataram/detil2.html