GIRI MENANG-Pemkab Lombok Barat (Lobar) akan membentuk tim yustisi yang akan mengambil keputusan atas hotel tersebut. Tim tersebut yang nantinya akan melakukan “eksekusi’ terhadap hotel tersebut.
Menurut Wakil Bupati Lobar Fauzan Khalid, pemkab memberi deadline hingga 13 Agustus kepada tim yustisi untuk melakukan eksekusi Hotel Santosa Senggigi di Kecamatan Batulayar. Pasalnya pihak hotel telah menunggak pajak sejak tahun 2012 yang jumlahnya mencapai Rp 10 milyar lebih.
(lebih…)
Merasa Dilecehkan Hotel Santosa, Pemkab Lobar Tempuh Jalur Hukum
GIRI MENANG-Pemkab Lombok Barat (Lobar) semakin merasa dilecehkan oleh manajemen Hotel Santosa. Setelah peringatannya kepada pihak hotel agar segera melunasi piutang pajak tak juga diindahkan, pemkab kini kembali merasa dipermalukan setelah menerima cek kosong dari manajemen hotel tersebut.
Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Lobar Fauzan Husniadi menuding manajemen hotel tak serius untuk melunasi piutang pajaknya yang mencapai nilai Rp 4,2 miliar.
Buktinya, cek senilai Rp 1,8 miliar yang diterima mereka dari Hotel Santosa sebagai pembayaran piutang pajaknya ternyata tak bisa dicairkan oleh pihak bank.
(lebih…)
Tunggakan Pajak Tidak Dilunasi, Hotel Santosa Segera Dieksekusi
GIRI MENANG-Rencana untuk menutup paksa Hotel Santosa sebagai bentuk eksekusi oleh Pemkab Lombok Barat (Lobar) kembali ditegaskan Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Fauzan Husniadi. Pihak hotel dinilai tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan tunggakan pajaknya yang mencapai Rp 4.2 miliar.
Sebelumnya, Bupati H Zaini Arony juga menyatakan jika memang dalam batas waktu yang ditentukan manajemen Hotel Santosa tidak melunasi hutang maka pemkab siap mengambil sanksi tegas. Kemungkinan langkah yang akan diambil adalah menutup paksa,” tegas Bupati H Zaini Arony kepada wartawan.
(lebih…)
110 PNS Lobar Tanpa Keterangan
Sidak Hari Kedua Pascalibur Lebaran
GIRI MENANG-Pada hari kedua masuk kerja pasca libur Lebaran, Bupati Lomok Barat (Lobar) dan instansi terkait menggelar sidak kehadiran PNS ke semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kemarin pagi. Hasilnya ditemukan 110 PNS yang tidak masuk tanpa keterangan.
“Tingkat kehadiran mencapai 92 persen dari jumlah total PNS Lobar yang berjumlah 2.934 orang diluar guru,” ujar Kabid Pembinaan PNS BKD Lobar Anwar Arifin kemarin.
Dari data yang dihimpun, hanya empat persen atau sebanyak 110 orang PNS Lobar yang tidak masuk kerja tanpa keterangan. Sedangkan sisanya sebanyak 34 orang atau satu persen keterangan sakit, 63 orang atau dua persen cuti dan satu persen atau 22 orang dengan keterangan izin.
Pantauan koran ini, rombongan sidak dibagi menjadi tiga tim, yakni tim bupati, wabup dan sekda. Masing-masing tim melakukan sidak di sekitar 15 SKPD di Lobar yang jumlah keseluruhannya sebanyak 42 SKPD termasuk kantor kecamatan. Satu persatu SKPD yang dimasuki diperiksa absensinya dan para staf dikumpulkan. Hal ini dilakukan agar tidak ada PNS yang menitip absensi.
Dari hasil pemeriksaan absensi hanya lima SKPD yang stafnya masuk 100 persen yakni sekretariat DPRD, inspektorat, badan penanaman modal dan pelayanan perizinan terpadu (BPMP2T), kantor Satpol PP dan Kantor Aset Daerah (KAD).
Kepala BKD Lobar HM Syukran mengungkapkan bagi PNS yang tidak hadir tanpa keterangan tetap akan diberikan sanksi administrasi dan dalam waktu dekat ini wakil bupati akan memanggil khusus PNS yang tidak hadir beserta kepala SKPD tempatnya bekerja.
“Tadi setelah sidak langsung kita gelar rapat terbatas bersama bupati, wabup dan sekda membahas masalah sanksi. Kemungkinan hari ini mereka akan dipanggil,” katanya.
Dikatakannya, dalam peraturan pemerintah (PP) 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai memang PNS yang bisa diberikan sanksi administrasi adalah yang tidak masuk selama lima hari. Namun pada momentum ini kepala daerah sudah sejak dini mewanti-wanti dan berpesan serta menghimbau PNS untuk tidak menambah libur.
“Kepala daerah sudah mewanti- wanti. Jadi kalau ada yang tidak masuk ya wajar diberikan sanksi berat,” tandasnya.
Sumber: Lombok Post, Rabu 6 Agustus 2014
Pesan Idul Fitri Menteri Agama, Mari Kembali ke Jati Diri
Pemkab Lobar Keluarkan Edaran Terkait THR
GIRI MENANG-Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar), mengeluarkan surat edaran terkait dengan kewajiban perusahaan untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada seluruh karyawannya.
“Surat edaran pemerintah daerah terkait THR itu sebagai tindaklanjut dari surat edaran dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kabupaten Lobar H Fathurrahim di Giri Menang, kemarin.
Dalam surat edaran tersebut, kata dia, setiap perusahaan wajib membayar THR paling lambat tujuh hari sebelum Idul Fitri, dengan nilai yang harus dibayarkan minimal sebesar satu kali gaji pokok.
“Besaran THR sudah ada rumusnya, yakni sebesar satu kali gaji untuk karyawan dengan masa kerja satu tahun,” ujarnya.
Selain mengimbau perusahaan untuk taat aturan, lanjut Fathurrahim, pihaknya juga menyediakan ruang bagi masyarakat yang ingin melaporkan masalah THR bagi karyawan yang belum memperoleh hak- haknya dari perusahaan.
Atas dasar pengaduan itu pemerintah bisa mengambil langkah-langkah sesuai dengan aturan. Namun, kata dia, hingga saat ini belum ada laporan mengenai perusahaan di Kabupaten Lombok Barat yang tidak mau membayar THR belum ada pengaduan.
“Belum ada pengaduan. Kalau ada kami siap memfasilitasi penyelesaiannya melalui jalur mediasi,” kata Fathurrahim.
Ketua Serikat Pekerja Senggigi Bersatu Mastur, meminta kepada seluruh hotel di daerahnya untuk membayarkan THR sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.
Menurut dia, dana itu sangat dibutuhkan para karyawan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya merayakan Idul Fitri 1435 Hijriah. “Semua hotel harus taat pada aturan mengeluarkan THR sebesar satu kali gaji,” katanya.
Pihaknya selalu mengimbau para pengelola hotel di kawasan wisata Senggigi, untuk mengeluarkan kewajibannya setiap tahun. Selama ini, imbauan itu selalu diindahkan sehingga tidak pernah ada gejolak menjelang Lebaran.
Pantauan di lapangan hingga saat ini, lanjut Mastur, belum ada laporan perusahan yang tidak mau memberikan THR kepada karyawannya. “Kemarin saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu hotel katanya akan membayar kewajibannya pada pertengahan Ramadhan,” ujarnya.
Sumber: Lombok Post, 23 Juli 2014
Pesan Bupati Disampaikan oleh Camat Lingsar pada Pengajian Akbar Pemuda NW: Minta Warganya Tidak Terprovokasi
Terkait Hasil Pilpres
GIRI MENANG-Bupati Lombok Barat (Lobar) H Zaini Arony meminta seluruh warganya tidak mudah terhasut provokator untuk melakukan berbagai tindakan melawan hukum karena tidak puas dengan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden.
BKBPP Bentuk P2TP2A, Rangkul Toga untuk Berperan Aktif
Pemerintah pusat menilai NTB dan Bali masuk dalam daerah merah gawat kejahatan seksual karena merupakan daerah tujuan wisata. Salah satunya adalah Senggigi dan sekitarnya yang sering dikunjungi warga negara asing.
Apa sikap Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar)?
PERNYATAAN itu sempat dilontarkan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof Lydia Freyani Hawadi (saat itu), pada acara temu evaluasi pelaksanaan program pada UPTD BPPAUDNI Regional V, di kawasan wisata Senggigi, beberapa waktu lalu.
Pemkab Lobar pun langsung membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di setiap kecamatan. Itu sebagai upaya menyikapi penilaian kawasan wisata Senggigi masuk dalam zona merah kejahatan seksual terhadap anak.
“ Kalau dulu hanya di tingkat kabupaten. Karena itu kami berharap dengan adanya lembaga itu masyarakat berani melaporkan jika ada dugaan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak,” kata Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Lobar Baiq Eva Parangan, di Giri Menang, kemarin.
Menurut dia, berbagai kasus pelecehan seksual dengan korban anak- anak di daerahnya merupakan efek dari pariwisata.”Efek pariwisata salah satu faktor,” katanya.
Baiq Eva tidak membantah jika Senggigi yang masuk dalam Kecamatan Batulayar, dicap sebagai zona merah kejahatan seksual terhadap anak-anak. Selain Kecamatan Gunungsari.
”Dua kecamatan ini memang masuk zona merah karena sejumlah kasus asusila dengan korban anak-anak terjadi di wilayah itu,” ujar Baiq Eva.
Ia menyebutkan, kasus dugaan pelecehan seksual terbaru terjadi di Desa Jatisela, Kecamatan Gunungsari, dengan jumlah korban mencapai 15 orang anak berusia 12 tahun, dan pelaku juga masih anak-anak. ”Itu yang terbaru dan sekarang sudah ditangani Polres Kota Mataram,” ucapnya.
Kasus pedofilia juga pernah terjadi di kawasan wisata Senggigi pada 2006 melibatkan seorang warga Australia Donald John Storm. Dia ditangkap karena telah berbuat asusila terhadap empat bocah asal Desa Montong, Senggigi.
Kasus itu terbongkar saat polisi menangkap keempat bocah korban asusila tersebut. Mereka dilaporkan Storm mencuri sejumlah barang miliknya di sebuah hotel di kawasan Senggigi.
Belakangan, keempat bocah itu mengaku dilakukan tidak senonoh oleh Don Storm. Salah satu korban bahkan mengaku diiming-imingi sepeda motor, handphone dan sejumlah uang.
Melihat berbagai fakta tersebut, kata Baiq Eva, pihaknya juga sudah merangkul tokoh agama untuk sama-sama memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang upaya pemberian pendampingan kepada korban, terutama perempuan dan anak-anak.
Sumber: Lombok Post, Sabtu 19 Juli 2014
BLH Terima Pengaduan terkait Tambang
GIRI MENANG – Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) telah menerima berbagai pengaduan dari masyarakat. Intinya mereka diminta melakukan penertiban terhadap aktivitas penambangan komoditas batuan atau galian C di sejumlah kecamatan.
“Ada puluhan pengaduan yang kami terima secara tertulis, belum secara lisan melalui telepon,” kata Kepala BLH Kabupaten Lobar Mulyadin, di Giri Menang, kemarin.
Dia mengatakan, masyarakat mempertanyakan sejumlah aktivitas penambangan tanpa izin tapi belum ditertibkan. Selain itu, ada juga yang sudah berizin, namun belum mampu melakukan pengelolaan limbah sehingga mengganggu kepentingan umum.
Dalam standar pelayanan minimal (PSM), lanjut Mulyadin, setiap laporan mayarakat yang masuk harus ditindaklanjuti paling lambat tujuh hari setelah laporan masuk.
“’Tim sudah turun beberapa hari lalu mengecek kondisi di lapangan. Kami tidak ingin masyarakat memberi penilaian negatif, terutama dari para penambang yang sudah memiliki izin. Nanti mereka protes kenapa yang tidak berizin dibiarkan,” ujarnya.
Menurut dia, ramainya pengaduan masyarakat erat kaitannya dengan berkembangnya aktivitas penambangan komoditas batuan sebagai dampak dari meningkatnya permintaan akan bahan alam tersebut untuk proyek pembangunan fisik.
Namun, bukan berarti semua wilayah diperbolehkan sebagai lokasi pertambangan karena harus menyesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan dampak negatif yang akan ditimbulkan.
“Kalau potensinya hanya enam bulan atau satu tahun, saya rasa tidak perlu dijadikan sebagai areal pertambangan,” ujar Mulyadin.
Oleh sebab itu, Mulyadin berharap dinas terkait untuk segera memetakan zona yang boleh dijadikan sebagai lokasi pertambangan komoditas batuan.
Selain itu, melakukan antisipasi terhadap maraknya penambangan komoditas batuan akibat tingginya permintaan. “Upaya antisipasi bisa dilakukan dengan memperketat wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Makanya perlu dilakukan pemetaan zona pertambangan,” katanya.
BLH, kata dia, juga tetap melakukan pengawasan dengan melibatkan unsur masyarakat, sehingga jika ada aktivitas pertambangan yang melanggar aturan bisa segera dilaporkan.
Sumber: Lombok Post, Sabtu 19 Juli 2014
Zona Komoditas Batuan Dipetakan
GIRI MENANG-Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Lombok Barat (Lobar), memetakan zona yang diperbolehkan sebagai lokasi tambang komoditas batuan atau galian C sesuai dengan potensi sumber daya alamnya.
Sekretaris Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Lombok Barat Dayat, di Lombok Barat, Rabu, mengatakan pemetaan itu bertujuan untuk mengetahui bagaimana potensi sumber daya alam (SDA) yang tersedia, kemudian pemanfaatannya dan bagaimana pola pemulihan pascatambang.
“Setiap spot (zona) yang dilirik tidak serta merta diberikan izin harus melalui kajian dulu,” katanya.
Menurut dia, pemberian izin lokasi penambangan komoditas batuan juga mengacu pada dampak ekonomi yang akan ditimbulkan. Tidak hanya ketika proses penambangan dilakukan tetapi setelah aktivitas itu ditutup.
Dayat mencontohkan, wilayah Bongor dijadikan sebagai zona penambangan komoditas batuan karena memiliki sumber daya. Kemudian nanti setelah sumber daya sudah habis maka lahan bekas penambangan dimungkinkan untuk pengembangan perumahan atau daerah industri.
“Jadi pertimbangan dampak ekonomi yang akan ditimbulkan baik pada saat operasi tambang maupun pascatambang. Tetapi tetap mengacu pada kelestarian lingkungan,” ujarnya.
Dia mengatakan, pemetaan zona penambangan komoditas batuan itu juga mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) yang diperkirakan rampung pada tahun ini. “Atas dasar itu wilayah tambang batuan bisa kami tetapkan,” ujar Dayat.
Ia menyebutkan jumlah lokasi tambang komoditas batuan di Kabupaten Lombok Barat yang memiliki izin resmi sebanyak 35 titik. Semuanya tersebar di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Gerung, Lingsar dan Narmada.
Pihaknya tetap melakukan pemantauan secara rutin mengenai aktivitas penambangan di lokasi tersebut untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran aturan, terutama dari sisi lingkungan hidup.
Dayat tidak memungkiri masih ada satu atau dua lokasi tambang yang tergolong ilegal. Namun, upaya pembinaan sudah dilakukan kepada penambang agar mereka menghentikan sementara aktivitasnya sambil mengurus perizinan ke pemerintah daerah.
“Pemantauan kami lakukan bersama unsur desa, kalau ada penambangan ilegal selalu cepat ditindaklanjuti dengan kunjungan lapangan,” katanya.
Sumber: Lombok Post, Kamis 17 Juli 2014